Segala Sesuatu Tentang Ilmu Pemerintahan

Akademik Universitas Baturaja

Universitas Baturaja (UNBARA) merupakan satu-satunya Universitas di Kabupaten Ogan Komering Ulu Propinsi Sumatera Selatan, yang berpartisipasi mendidik dan mencerdaskan anak bangsa

Profil Universitas Baturaja

Menjadi Universitas yang unggul dan berkarakter dalam penyelenggaraan Tridarma perguruan tinggi tahun 2030 (Being an outstanding and characterized university in the implementation of Tridarma in 2030), Quality statement : Unggul dan Berkarakter (An outstanding and characterized university)

Profil FISIP UNBARA

Menjadi Fakultas Yang Terakreditasi Baik Dalam Menghasilkan Sumberdaya Manusia Yang Berdaya Saing, Unggul Dan Berkarakter Pada Tahun 2018

Profil Ilmu Pemerintahan FISIP UNBARA

Menjadi Pusat Aktivitas Tridarma Perguruan Tinggi untuk Menciptakan Sumber Daya Manusia yang Berakhlak di Bidang Ilmu Pemerintahan dalam rangka Terwujudnya Democratic Governance

Akreditasi Ilmu Pemerintahan UNBARA

Akreditasi Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Baturaja dari Ban-PT adalah B sejak tahun 2017, dan tetap terakreditas B sampai dengan tahun 2027

Saturday, June 18, 2022

Perbandingan UU Nomor 5 Tahun 1974 dengan UU Nomor 22 Tahun 1999


 

KATA PENGANTAR 

 

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang perbandingan antara UU Nomor 5 Tahun 1974 dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 yang penyusun sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.

Kendala yang penulis hadapi sejak awal penulisan hingga akhir penyelesaian penulisan ini sungguh sangat terasa. Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penulisan ini. Semoga hasil laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.

 

 

                                                                                                                                                 Penulis

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................. ...ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 1

A.      Latar Belakang Masalah.....................................................................................................1

B.       Rumusan Masalah…..........................................................................................................2

C.       Tujuan Penulisan............................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3

A.         Pengertian.....................................................................................................3

B.         Perbandingan antara UU No. 5 tahun 1974 dan UU No. 22 tahun 1999......4

BAB III PENUTUP….............................................................................................................. 10

A.    Kesimpulan................................................................................................ 10

B.                                            B.   Saran….............................................................. ........................................10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 11


BAB I PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Sejak Indonesia menyatakan kemerdekaannnya, sebagai salah satu tindak lanjut, dikeluarkan Undang undang tentang Pemerintahan di Daerah, karena sesuai UUD’ 45 sebagai konstitusi dasar bahwa Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan (Nation) bukan Negara Serikat, maka Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah terus berjalan dengan tiga asas yaitu, Azas Sentralisasi, Azas Desentralisasi dan Azas Pembantuan / Medebewin. Mengenai bentuk negara. dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 10 Juli 1945 menjadi pembicaraan yang agak hangat berkisar pemilihan bentuk negara Republik atau Kerajaan. I Bentuk negara Republik akhirnya dipilih berdasarkan suara terbanyak dan merupakan hal yang yang menjadi kesepakatan para pemimpin bangsa dalam penyusunan UUD 1945. Sedang kan mengenai bentuk negara kesatuan dalam rapat PPKI tidak terdapat adanya perbedaan pendapat. 2 Dalam Pasal 1 ayat (I) UUD 1945 ditegaskan sebagai berikut "Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan. yang berbentuk Republik” 1 Penjelasan Pasal I ayat (I) UUD 1945 tersebut menegaskan sebagai berikut: : "Menetapkan bentuk Negara Kesatuan dan Republik, mengandung isi pokok pikiran kedaulatan rakyat."

Indonesia sebagai suatu negara kesatuan mempunyai wilayah yang sangat luas sehingga dibagi dalam lingkungan yang lebih kecil dan diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan. Sehubungan dengan daerah-daerah di Indonesia, maka dalam pasal 18 UUD 1945 diatur ketentuan sebagai berikut : Pembagian Daerah Indonesia atas Daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam Sistem Pemerintahan Negara, dan hak- hak asal-usul dalam Daerah-daerah yang bersifat istimewa. Berdasarkan Pasal 18 dan penjelasan Pasal 18 UUD 1945 dibangun daerah otonom untuk memungkinkan sinkronisasi antara kebijakan pemerintah dan kebutuhan masyarakat, karena pemerintahan dilaksanakan oleh daerah sehingga mengetahui kondisi riil


1Harun Alrasid. 1983. Himpunan Peraturan Hukum Tata Negara. Jakarta: UI Press


masyarakat di daerah yang bersangkutan. Sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari UUD 1945 tersebut, dituangkan dalam serangkaian peraturan perundang-undangan, antara lain dalam Tap MPR RI Nomor XV IMPRI1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dan juga dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, yang selanjutnya diganti dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

 

B.       Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan Pemerintahan Daerah ?

      2.      Apa perbedaan antara UU Nomor 5 Tahun 1974 dengan UU Nomor 22  Tahun           1999?

C.       Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui apa itu Pemerintahan Daerah

      2.      Untuk mengetahui apa perbedaan antara UU Nomor 5 Tahun 1974 dengan UU             Nomor 22 Tahun 1999


 
 
 
BAB II PEMBAHASAN

A.     Pemerintahan Daerah

Indonesia merupakan negara kesatuan, dimana konsep negara kesatuan memiliki arti bahwa negara kesatuan adalah suatu negara yang tidak mempunyai kesatuan – kesatuan pemerintahan yang mempunyai kedaulatan2. Hubungan antara negara, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah dependent dan subordinat. Sedangkan hakekat politik hukum yang tertuang dalam Pasal 18 UUD 1945 bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin adanya desentralisasi dan otonomi yang luas bagi daerah – daerah di seluruh indonesia3.

Hubungan pusat dan daerah dalam negara kesatuan menarik untuk dikaji, karena kelaziman negara yang berbentuk kesatuan pemegang otoritas pemerintahan adalah pusat, atau dengan kata lain kekuasaan bertumpu di pusat pemerintahan.Otonomi daerah merupakan esensi pemerintahan desentralisasi. Otonomi bermakna membuat perundang – undangan sendiri (Zelwetgeving)4. Di dalam otonomi, hubungan antara pusat dan daerah, antara lain bertalian dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan pemerintah atau cara menentukan urusan rumah tangga daerah. Cara penentuan ini akan mencerminkan suatu bentuk otonomi atau luas. Dapat digolongkan sebagai otonomi terbatas apabila : pertama, urusan -urusan rumah tangga daerah ditentukan secara kategoris dan pengembangannya diatur dengan cara cara tertentu. Kedua, daerah otonom kehilangan kemandirian untuk menentukan secara bebas cara – cara mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya apabila sistem pengawasan dilakukan sedemikian rupa. Ketiga, sistemhubungan keuangan antara pusat dan daerah yang menimbulkan hal – hal seperti keterbatasan kemampuan keuangan asli daerah yang akan membatasi ruang gerak otonomi daerah.Otonomi luas bertolak dari prinsip : semua urusan pemerintahan pada dasarnya menjadi urusan rumah tangga daerah, kecuali yang ditentukan sebagai urusan pusat. Dalam negara modern, lebih


2Hanif Nurcholis. 2005. Teori dan Praktek Pemerintahan Otonomi Daerah. Cetakan Pertama. Jakarta : PT GramediaWidiasarana Indonesia

3Jimly Asshidiqie. 2005. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,CetakanPetama. Jakarta : Konstitusi Press

4Ni’matul Huda. 2009. Hukum Pemerintahan Daerah, Cetakan Pertama. Bandung : Nusa Media


dikaitkan dengan paham negara kesejahteraan, urusan pemerintahan tidak dapat dikenali jumlahnya5.

 

B.     Perbandingan UU No 22 Tahun 1999 dengan UU No 5 Tahun 1974

UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan UU yang disahkan pada masa reformasi , UU yang menggantikan UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. TAP MPR RI Nomor XV/MPR/ 1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, menjadi salah satu landasan dalam penyusunan pasal-pasal dalam UU Nomor 22 Tahun 1999.

Berbeda dengan UU sebelumnya yang memisahkan antara UU Pemerintahan Daerah dan UU Pemerintahan Desa, dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 ini pengaturan tentang Pemerintahan Desa termasuk di dalamnya. Hal tersebut menyebabkan jumlah pasal dari UU Nomor 22 Tahun 1999 ini lebih banyak (134 pasal) dibandingkan UU Nomor 5 Tahun 1974 (94 pasal). Pada UU Nomor 22 Tahun 1999, Pasal 18 UUD 1945 dan penjelasannya merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah, sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/19986.

Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara prinsip yang digunakan dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 5 Tahun 1974. Dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 prinsip yang digunakan adalah "otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab”. Prinsip otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab ini dijelaskan lebih lanjut dalam Penjelasan UU Nomor 22 Tahun 1999 sebagai berikut:




5Bagir Manan. 2001. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Ceatank Pertama. Yogyakarta : Pusat Studi Hukum FH UII

6UU Nomor 22 Tahun 1999


Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu, keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi.

Yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah. Yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung- jawabansebagai konsekuensi pemberian hak dan wewenang kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia.

Dalam UU Nomor 5 Tahun 1974, prinsip yang digunakan adalah "otonomi yang nyata dan bertanggung jawab". " Prinsip otonomi yang nyala dan bertanggung jawab ini dijelaskan lebih lanjut dalam Penjelasan UU Nomor 5 Tahun 1974, yaitu : Nyala dalam arti bahwa pemberian otonomi kepada Daerah ilu haruslah didasarkan pada faktor-faktor, perhitungan-perhitungan, dan tindakan-tindakan kebijaksanaan- kebijaksanaan yang benar-benar dapat menjamin Daerah yang bersangkutan secara mampu dan nyata mengurus rumah tangganya sendiri. Bertanggung jawab, dalam arti bahwa pemberian otonomi itu benar-benar sejalan dengan tujuannya, yaitu melancarkan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok negara dan serasi atau tidak bertentangan dengan pengarahan-pengarahan yang telah diberikan, serasi dengan pembinaan politik dan kesatuan Bangsa, menjamin hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta dapat menjamin perkembangan dan pembangunan Daerah7

Prinsip otonomi daerah pada UU Nomor 22 Tahun 1999 selain nyata dan bertanggung jawab juga dilengkapi dengan memberikan kewenangan yang luas bagi daerah, bahkan hal tersebut diletakkan pada urutan pertama pertanda merupakan prioritas utama dalam prinsip otonomi daerah dalam UU Nomor 22 Tahun 1999. Berbeda dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 yang yang memberikan kewenangan yang luas bagi daerah, dalam Penjelasan UU Nomor 5 Tahun 1974 dijelaskan secara khususalasan mengapa istilah "seluas-Iuasnya" tidak digunakan. yaitu berdasarkan pengalaman selama ini istilah tersebut ternyata dapat menimbulkan kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan Negara Kesatuan dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi sesuai dengan prinsip-prinsip yang diberikan dalam GBHN.

Bila kita bandingkan dengan UU Nomor 5 Tahun 1974, UU Nomor 22 Tahun 1999 memuat beberapa perubahan yang bersifatmendasar. Hal-hal yang sangat mendasar adalah mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran dan fungsi DPRD8. Hal itu merupakan konsekuensi logis dengan diberikannya otonomi yang luas pada daerah. Perbedaan tentang prinsip otonomi daerah tersebut juga tergambar dari perbedaan perumusan otonomi daerah pada kedua UU tersebut.

Pada UU Nomor 5 Tahun 1974, otonomi daerah dirumuskan sebagai hak, wewenang dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku 9 .Sedangkan perumusan otonomi daerah dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 adalah bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan10.

 Pengaturan terhadap otonomi daerah tersebut tentunya berpengaruh pada asas yang digunakan dalam UU. Dalam UU Nomor 22 Tahun 1999. lebih diutamakan pelaksanaan asas desentralisasi. Sedangkan UU Nomor 5 Tahun1974,


7UU Nomor 5 Tahun 1974Bagian I tentangDasarPemikiran

8UU Nomor 22 Tahun 1999BagiantentangDasarPemikiran

9UU Nomor 5 Tahun 1974Bagian I tentangPokok-pokokPemerintahan di Daerah

10UU Nomor 22 Tahun 1999BagiantentangPemerintahan Daerah


asas desentralisasi digunakan secara bersama-sama dengan asas dekonsentrasi Akan tetapi pada kenyataannya, asas dekonsentrasi lebih ditonjolkan dibanding asas desentralisasi. Perumusan asas desentralisasi dan dekonsentrasi dalam kedua UU tersebut juga berbeda. Dalam UU Nomor 22 Tahun 1999, Desentralisasi dirumuskan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedangkan Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah. Dalam UU Nomor 5 Tahun 1974, Desentralisasi dirumuskan sebagai penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah atau Daerah Tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya, sedangkan Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah . atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah .Berdasarkan penggunaan asas tersebut, terdapat pula perbedaan pada penyelenggaraan dari daerah otonomi tersebut. Perbedaan kedua UU tersebut secara mendasar adalah sebagai berikut :

a.       Otonomi Daerah

·  Pada UU Nomor 22 Tahun 1999 :  Otonomi daerah secara utuh ditempatkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota (yang dalam UU Nomor 5 Tahun           1974  berkedudukan sebagai Kabupaten DATI II dan Kotamadya DATI II), di mana kedua daerah tersebut mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sehingga untuk daerah Kabupaten dan Daerah Kota ini dibentuk berdasarkan asas Desentralisasi dan tidak terdapat lagi perangkat Dekosentrasi didalamnya (Kecamatan bukan lagi sebagai Wilayah                          Administrasi, tetapimenjadibagian Daerah Kabupatenatau Daerah Kota yang bersangkutan).

·         Pada UU Nomor 5 Tahun 1974 Asas dekonsentrasi mempunyai kedudukan yang sama pentingnya dengan asas desentralisasi. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi disebut Daerah Otonom (DATI 1 dan DATI II), sedang wilayah yang


dibentuk berdasarkan asas dekonsentrasi disebut Wilayah Administratip.Daerah otonom selalu berhimpit dengan DaerahAdministrasi yang setara. Bahkan, dalam daerah otonom dimungkinkan adanya wilayah administratif, yaitu kecamatan, sehingga dalam lingkungan Daerah Otonom terdapat perangkat dekonsentrasi. Tidak terdapat otonomi yang luasdan utuh bagi Daerah Kabupaten atau Kota seperti dalam UU Nomor 22 Tahun 1999. UU Nomor 5 Tahun 1974 hanya mengatur bahwa titik berat otonomi diletakkan pada DATI ll , dengan pertimbangan bahwa DATI ll-Iah yang lebih langsung berhubungan dengan masyarakat sehingga dapat lebih mengerti dan memahami aspirasi-aspirasi masyarakar tersebur.Pelaksanaan asas desentralisasi dalam UU ini juga tidak bisa selalu merupakan hak daerah, karena urusan yang lelah diserahkan pada daerah (sebagai pelaksanaan asas desentralisasi) dapat dilarik kembali menjadi urusan Pemerintah bila diperlukan.Bahkan dalam UU ini dimungkinkan adanya penghapusan daerah Otonom dengan krileria tertentu.

b.      Desentralisasi

·         Pada UU Nomor 22 Tahun 1999 : Asas desentralisasi yang dianut adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom, kecuali wewenang dalam bidang politik, luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah 31 Bahkan berdasarkan UU No. 44 Tahun 1999, kewenangan agama telah diberikan pada D.I. Aceh.

·         Pada UU Nomor 5 Tahun 1974 : Berbeda dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 yang memerinci kewenangan yang tidak diberikan kepada daerah otonom (selain yang diatur dalam UU merupakan kewenangan daerah otonom), maka dalam UU Nomor 5 Tahun 1974, kewenangan daerah tidak diatur terperinci. Hanya diatur bahwa daerah berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan men gurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 7) dan apabila akan


diadakan penambahan penyerahan urusan kepada Pemerintah daerah ditetap dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 8 ayat (1)). Asas desentralisasi tersebut tidak selalu mutlak dimiliki daerah sebagaimana dinyatakan dalam Penjelasan bahwa otonomi daerah adalah kewajiban dan bukan hak; maka Pemerintah Pusat dapat menarik urusan yang telah diserahkannya tersebut.

c.       Daerah Provinsi

·         Pada UU Nomor 22 Tahun 1999 : Daerah Provinsi (yang dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 berkedudukan sebagai Provinsi DATIl) mempunyai kedudukan sebagai Daerah Otonom dan sekaligus sebagai Wi/ayah Administrasi, yang melaksanakan kewenangan Pemerintah Pusat yang didelegasikan kepada Gubernur. Daerah Provinsi bukan merupakan Pemerintah atasan dari Daerah Kabupaten dan Kota, sehingga tidak mempunyai hubungan hierarki. Sebagai daerah otonom, otonomi bagi Daerah Provinsi diberikan secara terbatas.

·         Pada UU Nomor 5 Tahun 1974 : Daerah Propinsi dalam UU ini, selain merupakan Daerah Otonomi juga merupakan Wilayah Administratip, karena dalam UU ini DaerahOtonom dan Wilayah Administratip berhimpit. Sehingga dalam hal keberadaan Daerah Propinsi terdapat kesamaan antara UU Nomor 5 Tahun 1974 dan UU Nomor 22 Tahun 1999, yaitu bahwa keduanya merupakan daerah otonom (terbatas) sekaligus wilayah administratip. Perbedaannnya adalah bahwa dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 terdapat hirarki antara Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten dan Kotamadya, karena Wilayah Administratip dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 disusun secara vertikal dan merupakan lingkungan kerja perangkat Pemerintah yang menyelenggarakan pemerintahan umum di daerah, Sehingga Propinsi merupakan atasan dari Kabupaten dan Kotamadya.


 

 

BAB III PENUTUP

A.      Kesimpulan

Dapat disimpulkanbahwa, Prinsip otonomi yang digunakan dalam UU Namor 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, sedangkanprinsip otonami dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Perbedaan dalam penggunaan titik berat dari asas desentralisasi dan dekonsentrasi mengakibatkan perbedaan yang mendasar. Pada UU Nomor 22 Tahun 1999 terdapat otonomi utuh dan luas pada Daerah Kabupaten dan Kotamadya sebagai akibat hanya digunakannya asas desentralisasi dalam pembentukan; hal itu berakibat tidak adanya hubungan hirarki dengan daerah Propinsi. Pada UU Namor 5 Tahun 1974, asas desentralisasi digunakan berimbang dengan asas dekansentrasi hingga tidak terdapat otonomi yang utuh apalagi luas bagi daerah serta terdapatnya hubungan hirarki dengan Propinsi karena berhimpitnya Daerah Otonom dengan Wilayah Administratip.

 

B.       SARAN

Dalam pembuatan makalah ini tentunya banyak kesalahan dari penulis baik itu yang disengaja ataupun tidak disengaja oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.


 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Bagir Manan. 2001. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Ceatank Pertama. Yogyakarta

:Pusat Studi Hukum FH UII

 

Hanif Nurcholis. 2005. Teori dan Praktek Pemerintahan Otonomi Daerah. Cetakan Pertama. Jakarta :PT GramediaWidiasarana Indonesia

Harun Alrasid. 1983. Himpunan Peraturan Hukum Tata Negara. Jakarta: UI Press

 

Jimly Asshidiqie. 2005. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,CetakanPetama.

Jakarta : Konstitusi Press

Ni’matul Huda. 2009. Hukum Pemerintahan Daerah, Cetakan Pertama. Bandung : Nusa Media

Saleh, K. Wantjik. UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa dan UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985 .

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974

 

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999