Tiga Mazhab dalam Ilmu Pemerintahan
1. Mazhab Bulaksumur atau Universitas Gadjah Mada (UGM) yang telah merintis sekaligus meninggalkan IP. IP awal di UGM mengedepankan bestuurkunde, dan selanjutnya bercorak administrasi publik pada dekade 1970an hingga 1980-an. Dekade 1990an IP bercita rasa ilmu politik karena “subversi” yang dilakukan oleh para doktor ilmu politik. Generasi dekade 1990-an hingga sekarang sama sekali tidak mengakui IP sebagai dispilin ilmu, melainkan hanya sebagai sebuah studi. Mazhab Bulaksumur meninggalkan IP pada 2009 dan berubah menjadi politik dan pemerintahan yang berinduk pada ilmu politik, dengan keyakinan bahwa pemerintahan adalah politik dan politik adalah pemerintahan
2. Mazhab Bandung-Jatinangor, sebagai mazhab arus utama, menekuni dan menyusun ulang IP tetapi dengan rasa manajemen publik. Mazhab ini memiliki pendapat bahwa IP sudah berdiri secara otonom yang lepas dari ilmu politik, sekaligus diakui oleh pemerintah bahkan juga diajarkan di Negeri Belanda. Mazhab utama ini gelisah, mengakui bahwa IP mengalami krisis identitas (Muhadam Labollo, 2014), dan tidak sanggup membentuk monodispilin IP dan memproduksi teori-teori pemerintahan, melainkan hanya menjadi konsumen atas teori-teori yang lahir dari administrasi publik. Dalam pidato guru besar, Prof. Suwargono (2015, 1995) juga berpendapat bahwa IP belum jelas sosoknya. Namun pada akhirnya beliau kembali kepada ilmu bestuur ala Belanda untuk memahami IP. Taliziduhu Ndraha (2003, 2005) juga mengungkap krisis IP, dan secara gigih melakukan rekonstruksi IP. Ia ingin mengeluarkan IP dari ketiak ilmu politik, lalu membuat IP baru dengan label Kybernologi. Pun para sarjana IP maupun Asosiasi Ilmu Pemerintahan berpendapat bahwa IP adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah dengan segala variasinya, Namun konstruksi ini juga salah kaprah, sebab dalam demokrasi, rakyat bukanlah objek yang diperintah oleh pemerintah, melainkan rakyat sebagai pembentuk pemerintah. Secara epistemologis pemahaman itu tidak bisa memberikan sebuah gambaran
yang jelas antara siapa yang diperintah dan siapa yang memerintah, baik
dari sisi idealisme dan realisme. Begitu juga Sadu Wasistiono (2017)
mengkritik hubungan antara yang memerintah dan diperintah memiliki sifat
hirarkis yang menyisakan pertanyaan tentang people government dan
rakyat (people) ada dimana?
3. Mazhab Timoho, yang hendak menyusun ulang IP, dengan orientasi utama pembentukan pemerintah (government making). Konsep ini setara dengan state making yang sudah dikembangkan oleh ilmu politik. Mazhab ini sependapat dengan mazhab Bulaksumur, bahwa IP masih prematur atau hanya label (nomenklatur), tetapi tidak mengikuti Bulaksumur yang meninggalkan IP. Majzab ini berupaya membela dan membuat ulang IP seperti mazhab Bandung-Jatinangor, tetapi berpendapat secara kritis dan berbeda dengan mereka, sebab mereka tidak membuat IP secara utuh melainkan hanya meminjam manajemen publik untuk mengkaji dan mengajarkan IP.
Dalam pembentukan pemerintah (governent making), kita akan melihat 5 perspektif, yaitu:
a. Secara idealis-aksiologis, government making memiliki basis ideologis-filosofis pada kerakyatan (Sila 4 Pancasila) yang bertujuan untuk mencapai keadilan (Sila 5 Pancasila).
b. GM (Goverment Making) berpikir tentang struktur-institusi, tentang bagaimana pemerintah dan parlemen berbuat secara politik dan hukum dengan kerangka konstitusi, legislasi, dan regulasi, bukan dalam pengertian ordering the state semata tetapi melakukan perubahan negara (changing the state), yang memberi sumbangan terhadap transformasi dari rakyat menjadi warga.
c. GM adalah tubuh pengetahuan IP yang memiliki basis monodisiplin secara kuat, yakni sanggup memproduksi teori-teori pemerintah(an), yang tidak lagi sibuk dengan objek formal-material, melainkan menggunakan berbagai perspektif pemerintahan untuk menggambarkan, memahami, dan menjelaskan fenomena hajat hidup orang banyak di luar ranah perkantoran.
d. GM (government making) membedakan IP dengan ilmu politik yang berbicara state making dan administrasi publik yang berbicara policy making. Relasi pemerintah dan negara merupakan pintu masuk bagi perhatian IP.
e. Tubuh pengetahuan IP dapat dibentuk dan diperkaya dengan lima konsep besar yang disebut 5G, yaitu : government (G1), governing (G2), governability(G3), governance(G4), dan governmentality(G5).
Sumber :
Sutoro Eko Yunanto
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta Jl. Timoho No, 317 Yogyakarta





0 comments:
Post a Comment