PERUBAHAN SOSIAL DAN DINAMIKA PEMERINTAHAN
PENDAHULUAN
Fungsi dari suatu pemerintahan adalah pembangunan, pemberdayaan dan pelayanan terhadap
masyarakat. Dengan adanya proses pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan pelayanan
kepada masyarakat maka dalam
titik dan waktu tertentu keadaan masyarakat akan berubah. Perubahan
sosial yang terjadi
harus diimbangi oleh dinamika pemerintahan. Dinamika pemerintahan ini harus diwujudkan antara lain dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas
pelayanan publik. Semakin baik pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah terhadap
masyarakat, maka akan semakin sejahtera dan makmur masyarakat itu. Keterkaitan dan dampak dari pelayanan publik ini
tampaknya belum banyak dipahami oleh
orang atau lembaga yang bersangkutan, sehingga
dalam kenyataannya pelayanan
publik pada umumnya
masih belum optimal
dan maksimal serta belum memuaskan
masyarakat.
PEMBAHASAN
Perubahan sosial merupakan proses perkembangan unsur sosio, budaya dari waktu ke waktu yang membawa perbedaan yang berarti dalam struktur dan fungsi masyarakat dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Perubahan masyarakat akan selalu terjadi dan dapat meliputi aspek-aspek kehidupan masyarakat. Inti dari proses perubahan masyarakat itu sendiri adalah adanya perubahan norma-norma atau adanya pergeseran-pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat.
Ada beberapa faktor dominan yang dapat mempengaruhi terjadinya perubahan dalam masyarakat (perubahan sosial).
1. Perubahan kondisi geografis
2. Kebudayaan materiil
3. Komposisi penduduk
4. Perubahan ideologi maupun karena difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat (Soekanto, 1987:285)
Bertambahnya penduduk yang terlalu cepat akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat yang menyangkut lembaga-lemabaga kemasyarakatan yang selanjutnya akan mempengaruhi lembaga pemerintahan itu sendiri. Menurut Schoorl (1984:266) sebab-sebab yang menimbulkan arus perpindahan dari perdesaan ke kota mencakup dua faktor, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Sebagai faktor pendorong antara lain adalah kemiskinan yang terjadi di desa-desa, sedangkan faktor penariknya adalah:
a. Keadaan ekonomi di kota dianggap lebih baik. Mereka (orang desa) berharap akan mendapatkan pekerjaan di kota dan dengan demikian akan mendapatkan uang
b. Berkaitan dengan usaha mencari pekerjaan yang lebih sesuai dengan pendidikan
c. Kota-kota memiliki fasilitas jauh lebih lengkap sehingga menjadi daya tarik tersendiri.
Akibat kepadatan penduduk di kota mendorong berubahnya pola berpikir masyarakat pinggiran, karena migrasi dan mobilitas terjadi antar kota dan desa seperti urbanisasi, sirkulasi dan arus pulang pergi (Bintarto, 1984:37). Dengan demikian arus urbanisasi, industrialisasi dan modemisasi yang datang dari kota ke pedesaan (daerah pinggiran), ilmu pengetahuan dan teknologi maju telah mempengaruhi kehidupan dan penghidupan penduduk pinggiran kearah hidup lebih praktis, cepat, ekonomis dan menyenangkan, walaupun manusia sering mengalami masalah dari apa yang telah dicapai oleh teknologi yang sudah maju.
Menurut Lewis Mumford yang dikutip oleh Rahardjo dalam bukunya Perkembangan Kota dan Permasalahannya, perkembangan kota dari semenjak lahirnya sampai dengan matinya akan mengikuti proses perkembangan dari eopolis (eo=baru) — polis — metropolis (metro=induk) — megapolis (megalo=besar) — tiranopolis (tiran=kejam) sampai pada nekropolis (nekros=bangkai).
Melihat kenyataan yang ada dan berbagai masalah yang muncul dan yang akan muncul misalnya banjir, penyediaan air, sampah, polusi, tata ruang, kriminal, dan sebagainya, memerlukan adanya perencanaan yang terpadu, pembangunan terpadu, tata ruang terpadu, pengendalian terpadu dan koordinasi yang optimal di antara daerah/kota tersebut demi efisiensi dan efektivitas pemecahan masalah serta pelayanan publik yang optimal.
Dengan demikian secara sadar atau tidak, langsung maupun tidak langsung perubahan sosial akan terjadi, apalagi apabila dikaitkan dengan konsep pembangunan, di mana pembangunan itu sendiri merupakan usaha perubahan, yaitu usaha perubahan yang dilakukan dengan perencanaan yang matang dengan tujuan untuk membentuk suatu tatanan kehidupan yang baru ke arah kemajuan dan kesejahteraan. Konsep pembangunan identik dengan konsep perubahan sosial. Konsekuensi dari konsep tersebut adalah:
1. Bahwa pembangunan itu harus bersifat perubahan, dalam proses ini harus menciptakan suatu keadaan yang lebih baik.
2. Adanya pertumbuhan, meskipun terdapat perubahan tetapi tidak menunjukkan pertumbuhan, maka hal ini tidak bias dimasukkan sebagai suatu kemajuan, sebab suatu organisme yang hidup tanpa adanya pertumbuhan berarti ia mendekati kematian.
3. Adanya modernitas, Kuntjoroningrat (1981:11) dalam bukunya Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan memberikan arti bahwa “modernisasi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan diri dengan konstelasi dunia pada zaman bangsa itu hidup, namun tetap menjaga sifat-sifat khususnya masing-masing”.
4. Berencana, sebelum kita menentukan suatu rencana maka terlebih dahulu kita harus menentukan tujuan. Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan dari pembangunan ini adalah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.
5. Memperkokoh pembinaan bangsa/masyarakat, artinya pembangunan itu berorientasi kepada kepentingan masyarakat dan sekaligus untuk membina: ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam masyarakat itu sendiri.
Perubahan sosial ini harus diikuti dengan dinamika pemerintahan sebagai respon atau jawaban terhadap perubahan sosial yang terjadi. Wujud dari dinamika pemerintahan adalah adanya perubahan institusi, reorganisasi pemerintahan, perubahan sikap dan perilaku birokrasi dan perubahan pola pikir untuk meningkatkan pelayanan publik yang optimal dan prima dengan menonjolkan paradigma yang sedang berkembang sekarang, yaitu reinventing government (Osborne dan Gaebler, 1992) dan good governance (UNDP, dalam Mardiasmo, 2002:24).
Pembangunan daerah dengan otonomi berparadigma baru yang sekarang ini akan mengubah perilaku pemerintah daerah untuk lebih efisien dan profesional. Untuk meningkatkan efisiensi dan profesionalisme, pemerintah daerah perlu melakukan perekayasaan ulang terhadap birokrasi yang selama ini dijalankan. Hal tersebut karena pada saat ini dan di masa yang akan datang pemerintah (baik pusat maupun daerah) akan menghadapi gelombang perubahan baik yang berasal dari tekanan eksternal maupun dari internal masyarakatnya.
Dari sisi eksternal, pemerintah akan menghadapi globalisasi yang syarat dengan persaingan dan liberalisme arus informasi, investasi, modal, tenaga kerja dan budaya. Di sisi internal pemerintah akan menghadapi masyarakat yang semakin cerdas dan masyarakat yang semakin banyak tuntutannya.
Kalau dilihat isinya baik konsep reinventing government maupun good governance sebenamya merupakan suatu metoda atau pendekatan baru dalam management pemerintahan untuk pemberdayaan masyarakat dan pelayanan publik yang optimal serta prima.
Semakin baik pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakat, maka akan semakin cepat masyarakat akan mendapatkan kesejahteran dan kemakmuran. Sebaliknya semakin jelek pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakat, maka akan semakin lambat atau jauh masyarakat dari kesejahteraan dan kemakmuran.
Pada masa-masa yang akan datang kita harus dapat mengantisipasi kemungkinan akan tumbuhnya perubahan sosial dan politik yang sangat tinggi sebagai wujud dinamika masyarakat. Ada beberapa catatan yang perlu mendapat perhatian sebagai akibat dari pemberian otonomi yang luas kepada daerah, khususnya terhadap perubahan sosial politik dan dinamikanya di daerah.
Pertama, pemberian otonomi kepada daerah melibatkan transfer kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Persoalan kedua yang perlu diperhatikan adalah kebijakan dari pemberian kekuasaan yang besar kepada daerah-daerah, terutama bagi daerah-daerah yang bercorak majemuk yang diikuti dengan adanya keseimbangan kekuatan antar kelompok (etnik dan agama misalnya), akan sangat beresiko tinggi bagi terjadi konflik horisontal di antara kelompok-kelompok primordial yang sebanding kekuatannya ini. Ketiga, pada masa yang akan datang kita harus dapat mengantisipasi terhadap kemungkinan akan tumbuhnya dinamika politik lokal yang sangat tinggi. Keempat, seiring dengan tumbuhnya dinamika politik lokal yang sangat tinggi, maka kemungkinan pemerintah daerah akan kerepotan dalam menghadapi tuntutan masyarakat yang berlebihan seiring dengan meningkatnya harapan masyarakat terhadap terjadinya perubahan dalam berbagai aspek kehidupan apalagi dengan masih adanya kecenderungan “politisasi terorisme massa”.
Dengan bergulirnya perubahan sosial, otonomi daerah semakin lama semakin dianggap sebagai tuntutan dan kebutuhan masyarakat dan daerah, yang selanjutnya perlu diwadahi dan diatur sesuai dengan dinamikanya masyarakat. Perubahan sosial harus diikuti dengan dinamika pemerintahan.
PENUTUP
Jadi kebijakan apapun yang dibuat harus mengarah ke pemberdayaan masyarakat, pelayanan publik yang prima, ketertiban, kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan masyarakat itu sendiri sebagai target group dari suatu kebijakan publik yang dibuat. Kalau hal tersebut dijadikan tujuan maka dengan sendirinya masyarakat akan mendukungnya sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk menolak atau untuk berunjuk rasa menentangnya.





