Segala Sesuatu Tentang Ilmu Pemerintahan

Akademik Universitas Baturaja

Universitas Baturaja (UNBARA) merupakan satu-satunya Universitas di Kabupaten Ogan Komering Ulu Propinsi Sumatera Selatan, yang berpartisipasi mendidik dan mencerdaskan anak bangsa

Profil Universitas Baturaja

Menjadi Universitas yang unggul dan berkarakter dalam penyelenggaraan Tridarma perguruan tinggi tahun 2030 (Being an outstanding and characterized university in the implementation of Tridarma in 2030), Quality statement : Unggul dan Berkarakter (An outstanding and characterized university)

Profil FISIP UNBARA

Menjadi Fakultas Yang Terakreditasi Baik Dalam Menghasilkan Sumberdaya Manusia Yang Berdaya Saing, Unggul Dan Berkarakter Pada Tahun 2018

Profil Ilmu Pemerintahan FISIP UNBARA

Menjadi Pusat Aktivitas Tridarma Perguruan Tinggi untuk Menciptakan Sumber Daya Manusia yang Berakhlak di Bidang Ilmu Pemerintahan dalam rangka Terwujudnya Democratic Governance

Akreditasi Ilmu Pemerintahan UNBARA

Akreditasi Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Baturaja dari Ban-PT adalah B sejak tahun 2017, dan tetap terakreditas B sampai dengan tahun 2027

Saturday, September 16, 2023

PRAKTIK PARLEMENTER DALAM DEMOKRASI PRESIDENSIAL DI INDONESIA

 PRAKTIK PARLEMENTER DALAM DEMOKRASI PRESIDENSIAL DI INDONESIA

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.           Latar Belakang

Demokrasi merupakan tatanan hidup bernegara yang menjadi pilihan negara-negara di dunia pada umumnya. Demokrasi lahir dari tuntutan masyarakat barat akan persamaan hak dan kedudukan yang sama di depan hukum. Hal ini terjadi karena pada masa sebelum adanya deklarasi Amerika dan Perancis, setiap warga dibeda-bedakan kedudukannya baik di depan hukum maupun dalam tatanan social masyarakat.

Demokrasi yang berasal dari kata demos dan kratos berarti pemerintahan dari untuk oleh rakyat. demokrasi sebagai dasar hidup bernegara pada umumnya yang memberikan pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok yang mengenai kehidupannya termasuk dalam menilai kebijaksanaan pemerintah negara oleh karena kebijaksanaannya tersebut menentukan kehidupan rakyat. Dengan demikian demokrasi adalah pemerintahan yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kekuasaan rakyat. Atau jika ditinjau dari sudut organisasi ia berarti sebagai suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat.

Gagasan demokrasi telah berjumpa dan berinteraksi secara dialektik dengan berbagai ragam konteks sosial, kultural, juga corak, dan tingkatan perkembangan ekonomi. Perjumpaan dan interaksi tersebut menunjukkan kelenturan cita-cita demokrasi sekaligus menjadikan demokrasi berkembang sedemikian kompleks. Praktik berdemokrasi telah berkembang dan merambah seluruh masyarakat dunia dengan segala corak ragamnya, termasuk di Indonesia.

Ide demokrasi ini memang telah menjadi komitmen universal. Dalam pandangan Armartya Sen (Riyanto, dkk., 2014:109), klaim universal yang terkandung dalam demokrasi mencakup nilai-nilai intrinsik, instrumental, dan konstruktif. Nilai intrinsik demokrasi melekat pada kebebasan dan partisipasi. Menggunakan kebebasan, menggunakan hak-hak sipil dan politik merupakan bagian dari kehidupan bagi individu sebagai makhluk sosial. Partisipasi dalam kehidupan sosial dan politik mengandung nilai intrinsik bagi kehidupan manusia.

Sementara itu, nilai dan peran atau fungsi instrumental demokrasi adalah upaya dan kemampuan mendengarkan keinginan rakyat. Apa yang diekspresikan dan didukung untuk memperoleh perhatian politik, termasuk tuntutan memenuhi kebutuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraaan. Sedangkan nilai dan peran atau fungsi konstruktif demokrasi dapat dipahami dan disarikan bahwa praktik berdemokrasi akan memberikan kesempatan kepada warga negara untuk saling belajar dan membantu masyarakat secara keseluruhan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan bersama.

Indonesia adalah salah satu negara yang mengadopsi sistem demokrasi presidensial dalam struktur pemerintahannya. Sejak diberlakukannya UUD 1945 yang diamandemen pada tahun 2002, Indonesia telah mengalami perkembangan signifikan dalam praktik demokrasi. Salah satu aspek penting dalam sistem demokrasi presidensial adalah peran lembaga legislatif, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan hubungannya dengan eksekutif, terutama presiden.

Pada awal era Reformasi tahun 1998, Indonesia mengalami transisi demokratisasi yang besar. Perubahan sistem pemerintahan dari Orde Baru yang otoriter menuju demokrasi presidensial membuka ruang bagi partisipasi politik yang lebih besar dari masyarakat. Namun, seiring berjalannya waktu, terdapat sejumlah tantangan dan isu yang berkaitan dengan praktik parlementer dalam demokrasi presidensial di Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian dalam penelitian ini.

 

B.            Rumusan masalah

Adapun masalah yang diteliti dalam makalah ini  adalah

1.        Bagaimana praktik parlementer dalam demokrasi presidensial di Indonesia ?

 

C.           Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.        Untuk menganalisa bagaimana praktik parlementer dalam demokrasi presidensial di Indonesia.

 

D.           Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang di peroleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.        Manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berfikir melalui karya ilmiah dalam menempatkan teori-teori yang di peroleh selama perkuliahan di  Universitas Baturaja

2.        Bagi akademis hasil penelitian ini dapat menambah pustaka yang ada di perpustakaan Universitas Baturaja dapat berguna untuk menambah pengetahuan dan informasi dalam dunia pendidikan dan dapat menjadi acuan literatur bagi peneliti selanjutnya.

 

 

BAB II

 METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif mengunakan data deskriptif berupa kata kata tertulis atau lisan dari orang orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam Sugiyono 2014). Penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2005) dalam Pasolong (2013:161) yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menutur perspektif peneliti sendiri.

Penelitian ini akan mencoba mendalami gejala yang menginterprestasikan masalah nya atau menyimpulkan kombinasi dari berbagai arti permasalahan nya sebagaimana situasi yang tersaji. Penelitian ini digolongkan dalam penelitian deskriptif. Format penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian tersebut (Bungin, 2013:48).

 


BAB III

PEMBAHASAN

 

A.      Pengertian Demokrasi Presidensial dan Parlementer

 

Demokrasi presidensial adalah sebuah sistem pemerintahan di mana kepala negara (presiden) dan lembaga legislatif (parlemen) dipilih secara terpisah oleh rakyat dalam pemilihan umum. Sistem ini memiliki beberapa karakteristik utama yang membedakannya dari sistem pemerintahan lainnya, seperti demokrasi parlementer. Berikut adalah beberapa ciri khas demokrasi presidensial:

·           Pemilihan Umum Terpisah:

Dalam demokrasi presidensial, rakyat memilih presiden secara terpisah dari pemilihan umum untuk anggota parlemen. Ini berarti ada dua pemilihan umum yang berbeda: satu untuk memilih presiden dan satu lagi untuk memilih anggota parlemen.

·           Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan Terpisah:

Presiden dalam demokrasi presidensial memiliki peran ganda sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Ini berarti presiden bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan dan administrasi pemerintahan sehari-hari.

·           Kewenangan Eksekutif yang Kuat:

Presiden biasanya memiliki wewenang eksekutif yang kuat. Ini mencakup hak veto terhadap undang-undang yang disahkan oleh parlemen, kemampuan untuk mengangkat pejabat-pejabat tinggi dalam pemerintahan, dan kekuasaan untuk mengambil keputusan eksekutif.

·           Independensi Kepala Negara:

Presiden memiliki kedudukan yang relatif independen dari parlemen. Meskipun parlemen memiliki peran dalam pengawasan terhadap presiden, presiden tidak diangkat atau dipecat oleh parlemen.

·           Pengawasan Parlemen:

Parlemen memiliki peran dalam pengawasan pemerintahan. Mereka dapat mengawasi tindakan presiden, membentuk undang-undang, mengontrol anggaran negara, dan melakukan penyelidikan jika diperlukan.

·           Sistem Multi-Partai:

Demokrasi presidensial sering melibatkan berbagai partai politik yang bersaing untuk memenangkan pemilihan. Hal ini dapat menghasilkan situasi di mana presiden berasal dari partai yang berbeda dengan mayoritas di parlemen.

·           Pemilihan Presiden secara Langsung atau Tidak Langsung:

Pemilihan presiden dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat atau melalui sistem pemilihan elektoral, tergantung pada konstitusi dan hukum negara yang bersangkutan.

·           Kedaulatan Rakyat:

Seperti dalam semua bentuk demokrasi, prinsip kedaulatan rakyat berlaku di demokrasi presidensial, yang berarti kekuasaan pemerintahan berasal dari rakyat dan dipertanggungjawabkan kepada mereka.

 

Dalam sistem pemerintahan parlementer, obyek utama yang diperebutkan

adalah parlemen. Berkaitan dengan itu, pemilihan umum parlemen menjadi sangat penting karena kekuasaan eksekutif hanya mungkin diperoleh setelah partai kontestan pemilihan umum berhasil meraih kursi mayoritas dalam parlemen. Seandainya tidak terdapat partai politik yang memperoleh suara mayoritas, beberapa partai politik bergabung (koalisi) untuk membentuk kabinet.

Untuk mendalami karakter sistem pemerintahan parlementer, tidak cukup

hanya dengan memperhatikan parlemen sebagai obyek utama yang diperebutkan.

Menurut Djokosoetono (dalam Kusuma, 2004: 156), sistem parlementer merupakan sistem yang ministeriele verantwoordelijk-heid (menteri bertanggung

jawab kepada parlemen) ditambah dengan overwicht (kekuasaan lebih) kepada

parlemen. Dengan argumentasi itu, sistem parlementer didasarkan landasan

bahwa parlemen adalah pemegang kekuasaan tertinggi (parliament is sovereign)

Sejalan dengan pendapat Djokosoetono dan Sartori, Miriam Budiardjo

menyatakan bahwa dalam sistem pemerintahan perlementer badan eksekutif dan

badan legislatif bergantung satu sama lain. Kabinet, sebagai bagian dari badan

eksekutif yang “bertanggung jawab” diharap mencerminkan kekuatan-kekuatan

politik dalam badan legislatif yang mendukungnya dan mati-hidupnya kabinet bergantung kepada dukungan dalam badan legislatif (asas tanggung jawab menteri) (Budiardjo, 2006: 210).

Ditambahkan Alfred Stepan dan Cindy Skach (1993: 46), pemerintah harus mendapat dukungan mayoritas lembaga legislatif (the chief executive power must be supported by a majority in the legislature). Dalam perjalanannya, pemerintah bisa jatuh melalui mosi tidak percaya (can fall if it receives a vote of no confidence) dari lembaga legislatif. Dengan kondisi itu, dalam sistem parlementer, keberlanjutan pemerintah sangat tergantung dari dukungan parlemen

Dalam praktiknya, Miriam Budiardjo menambahkan, sifat serta bobot “ketergantungan” tersebut berbeda dari satu negara dengan negara lain, akan tetapi umumnya dicoba untuk mencapai semacam keseimbangan antara badan eksekutif dan badan legislatif (Budiardjo: 2006).

Keseimbangan yang harus dibangun oleh eksekutif dan legislatif dijelaskan T.A. Legowo (2002: 89) sebagai berikut: Dalam sistem parlementer, petinggi-petinggi maupun anggota-anggota eksekutif dan legislatif mempunyai konstituensi yang sama. Jika partai berkuasa dikeluarkan (voted out) dari badan legislatif, jajaran eksekutif juga berubah. Karena itu, kerjasama atau kooporasi antara eksekutif dan legislatif diperlukan agar pemerintah dapat bertahan dan efektif dalam melaksanakan program-programnya(T.A. Legowo).

 

B.       Praktik Parlementer Dalam Demokrasi Presidensial di Indonesia Saat Ini

 

Indonesia pernah menganut sistem pemerintahan parlementer pada awal masa kemerdekaannya setelah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945. Pada saat itu, Indonesia menerapkan sistem pemerintahan parlementer berdasarkan Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) yang diberlakukan pada tahun 1949. Di bawah sistem parlementer ini, Presiden adalah kepala negara, tetapi kekuasaan pemerintahan sehari-hari ada di tangan perdana menteri dan kabinet yang dibentuk oleh parlemen.

Namun, sistem parlementer ini hanya berlangsung selama beberapa tahun, dan pada tahun 1950, Indonesia mengalami perubahan sistem pemerintahan. Pada tahun tersebut, Republik Indonesia Serikat (RIS) dibubarkan dan digantikan oleh Republik Indonesia yang bersifat sentralistik. Akibatnya, sistem pemerintahan berubah menjadi lebih presidensial, dengan presiden yang memiliki kekuasaan yang lebih besar.

Selama sejarah Indonesia pasca-1950, negara ini telah mengadopsi sistem pemerintahan presidensial dan tetap mempertahankannya hingga saat ini. Dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan, dan kekuasaan eksekutif lebih terpusat pada presiden daripada di tangan parlemen. Jadi, meskipun Indonesia telah menerapkan sistem pemerintahan parlementer pada awal masa kemerdekaannya, sejak tahun 1950, negara ini telah beralih ke sistem pemerintahan presidensial yang masih berlaku saat ini.

Demokrasi presidensial adalah bentuk pemerintahan di mana eksekutif (presiden) dan legislatif (parlemen) dipilih secara terpisah oleh rakyat. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar di dunia, menganut sistem demokrasi presidensial yang diatur oleh Konstitusi UUD 1945. Makalah ini membahas praktik parlementer dalam konteks demokrasi presidensial Indonesia, dengan fokus pada hubungan antara eksekutif dan legislatif, peran DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), dan tantangan yang dihadapi dalam menjalankan sistem ini. Makalah ini juga mengulas beberapa kasus studi yang relevan untuk menggambarkan dinamika praktik parlementer di Indonesia.

Dalam demokrasi presidensial, presiden dan parlemen memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda, namun keduanya harus bekerja sama dalam proses pengambilan keputusan politik. Presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan, sementara parlemen terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang memiliki peran dalam legislasi, pengawasan, dan perwakilan rakyat.

 

Saat ini, praktik parlementer di Indonesia melibatkan hubungan antara presiden dan parlemen dalam konteks proses pembuatan kebijakan, legislasi, dan pengawasan pemerintah. Faktor-faktor seperti mayoritas partai politik di DPR, dinamika politik antarpartai, dan hubungan antara eksekutif dan legislatif dapat memengaruhi praktik parlementer. Dalam konteks ini, praktik parlementer adalah hubungan antara lembaga eksekutif (Presiden) dan lembaga legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat - DPR) yang berlaku dalam sistem tersebut.

Praktik parlementer dalam demokrasi presidensial Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.        Pemilihan Presiden dan DPR

Dalam praktik demokrasi presidensial di Indonesia, pemilihan presiden dan pemilihan anggota DPR adalah dua proses pemilihan yang terpisah. Namun, hasil pemilihan anggota DPR dapat memengaruhi dinamika politik di negara tersebut, terutama jika tidak ada partai yang meraih mayoritas mutlak, sehingga memungkinkan terbentuknya koalisi pemerintahan yang melibatkan partai-partai politik yang meraih kursi di DPR. Ini adalah salah satu aspek yang membedakan demokrasi presidensial dari demokrasi parlementer, di mana kepala pemerintahan biasanya adalah pemimpin partai mayoritas di parlemen.Presiden dan anggota DPR dipilih secara terpisah melalui pemilihan umum. Presiden dipilih langsung oleh rakyat, sementara anggota DPR dipilih dalam pemilihan umum legislatif yang terpisah.

Dalam praktik parlementer dalam demokrasi presidensial Indonesia, presiden yang terpilih tidak berasal dari anggota DPR, melainkan dipilih secara langsung oleh rakyat. Presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan yang memiliki peran eksekutif yang kuat. DPR, di sisi lain, adalah lembaga legislatif yang bertugas membuat undang-undang, mengawasi pemerintah, dan mewakili rakyat. Anggota DPR dipilih oleh rakyat dalam pemilihan umum legislatif dan berasal dari berbagai partai politik yang bersaing.

Dengan adanya pemilihan presiden dan pemilihan anggota DPR yang terpisah, demokrasi presidensial Indonesia menciptakan dinamika politik yang memungkinkan untuk adanya partai politik yang berkuasa di legislatif yang berbeda dengan partai yang berkuasa di eksekutif, sehingga memerlukan kerja sama dan negosiasi antara kedua lembaga ini untuk menjalankan pemerintahan yang efektif.

 

2.        Hubungan Eksekutif-Legislatif:

Hubungan antara Presiden dan DPR adalah salah satu aspek penting dalam praktik parlementer. DPR memiliki peran dalam mengawasi dan mengevaluasi kinerja Presiden, termasuk dalam hal pengesahan anggaran dan kebijakan-kebijakan penting lainnya. Hubungan eksekutif-legislatif dalam praktik parlementer dalam demokrasi presidensial di Indonesia mencerminkan prinsip pemisahan kekuasaan, tetapi juga mengharuskan kolaborasi dan komunikasi antara kedua lembaga untuk mencapai efektivitas pemerintahan dan pembuatan kebijakan yang baik. Dinamika politik antara presiden dan DPR dapat berubah seiring dengan perubahan mayoritas di parlemen, perubahan kepemimpinan, dan faktor politik lainnya.

Pemahaman yang baik tentang hubungan eksekutif-legislatif dalam praktik parlementer dalam demokrasi presidensial di Indonesia sangat penting karena hal ini memengaruhi pembentukan kebijakan, pengambilan keputusan, dan stabilitas politik di negara ini.

Hubungan eksekutif-legislatif dalam praktik parlementer di Indonesia menciptakan sistem pemerintahan yang menggabungkan unsur-unsur kekuasaan eksekutif dan legislatif yang kuat, dan memerlukan kerja sama dan interaksi yang efektif antara kedua cabang pemerintahan ini untuk menjalankan pemerintahan yang stabil dan efisien. Dinamika ini juga memainkan peran penting dalam menentukan arah kebijakan negara dan pembentukan hukum.

 

3.        Pemilihan Menteri:

Presiden adalah pemimpin eksekutif dan bertanggung jawab untuk membentuk kabinet atau kementerian. Menteri-menteri dalam kabinet dipilih oleh Presiden. Pemilihan Menteri dalam praktik parlementer dalam demokrasi presidensial di Indonesia melibatkan serangkaian proses dan dinamika politik yang mencerminkan sistem pemerintahan yang menggabungkan unsur-unsur presidensial dan parlementer. Di bawah sistem ini, presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan, sementara Menteri adalah pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas berbagai portofolio dalam kabinet pemerintahan.

Pemilihan Menteri dalam praktik parlementer di Indonesia mencerminkan pentingnya kerja sama antara eksekutif (presiden) dan legislatif (DPR). Presiden harus memastikan bahwa Menteri yang diangkat memiliki dukungan di parlemen agar kabinet dapat berfungsi secara efektif. Dalam situasi politik yang berubah, pembentukan kabinet dan pemilihan Menteri dapat mengalami perubahan dan pergeseran, menciptakan dinamika politik yang penting dalam menjalankan pemerintahan yang stabil.

Pemilihan menteri dalam praktik parlementer dalam demokrasi presidensial di Indonesia mencerminkan dinamika politik antara eksekutif dan legislatif. DPR berperan dalam mengawasi menteri dan kabinet, sementara presiden memiliki kewenangan untuk membentuk dan mengganti kabinet. Ini menciptakan sistem yang memungkinkan kolaborasi antara kedua cabang pemerintahan tersebut demi mencapai tujuan pemerintahan yang efektif.

 

4.        Proses Legislasi:

Proses legislasi dalam praktik parlementer dalam demokrasi presidensial di Indonesia adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh badan legislatif (DPR - Dewan Perwakilan Rakyat) untuk membentuk undang-undang. Di bawah sistem pemerintahan demokrasi presidensial, DPR memiliki peran utama dalam proses pembuatan undang-undang

DPR memiliki kewenangan untuk mengusulkan, membahas, dan mengesahkan undang-undang. Presiden memiliki hak veto, yang dapat digunakan untuk menolak undang-undang yang telah disahkan oleh DPR. Namun, jika DPR mengesahkan kembali undang-undang tersebut dengan mayoritas yang lebih besar, veto Presiden dapat diatasi.

Proses legislasi di Indonesia melibatkan interaksi antara badan legislatif, eksekutif (presiden), dan pihak-pihak eksternal yang memiliki kepentingan dalam RUU tertentu. Ini menciptakan sistem yang memungkinkan pembentukan undang-undang yang mencerminkan dinamika politik dan kebutuhan masyarakat

Proses legislasi ini mencerminkan kerja sama antara DPR dan pemerintah dalam membuat undang-undang di Indonesia. Meskipun presiden memiliki peran dalam proses ini, DPR memiliki peran yang signifikan dalam meninjau, mengubah, dan akhirnya mengesahkan RUU menjadi undang-undang. Proses ini menciptakan sistem pengawasan dan keseimbangan yang penting dalam menjalankan pemerintahan dalam demokrasi presidensial di Indonesia.

 

5.        Kontrol Anggaran:

DPR memiliki peran dalam proses anggaran, termasuk pembahasan dan pengesahan anggaran negara. DPR dapat memutuskan alokasi dana untuk berbagai program pemerintah.  Kontrol anggaran dalam praktik parlementer dalam demokrasi presidensial di Indonesia mengacu pada peran DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dalam mengawasi dan mengontrol pengeluaran keuangan pemerintah yang diajukan oleh pemerintah (eksekutif) dalam penyusunan dan pelaksanaan anggaran negara. Ini adalah salah satu aspek penting dari sistem pengawasan legislatur terhadap pemerintah dan kunci untuk menjaga transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam penggunaan dana publik.

Kontrol anggaran dalam praktik parlementer di Indonesia membantu memastikan bahwa penggunaan dana publik dilakukan dengan transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas. DPR berperan sebagai lembaga yang menjalankan fungsi pengawasan terhadap pengeluaran pemerintah, dan ini merupakan salah satu mekanisme penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dalam sistem demokrasi presidensial di Indonesia.

Kontrol anggaran dalam praktik parlementer di Indonesia menciptakan sistem pengawasan yang kuat terhadap pengeluaran pemerintah, menghindari penyalahgunaan dana publik, dan memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. DPR memainkan peran kunci dalam mengawasi dan mengendalikan pengeluaran anggaran negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memastikan penggunaan dana publik yang efisien.

 

6.        Pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban adalah prinsip fundamental dalam menjalankan pemerintahan yang demokratis dan akuntabel. Dalam konteks demokrasi presidensial, pertanggungjawaban kepada lembaga legislatif seperti DPR adalah salah satu mekanisme utama untuk memastikan bahwa pemerintah menjalankan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan kepentingan rakyat.

Pertanggungjawaban dalam praktik parlementer dalam demokrasi presidensial di Indonesia mengacu pada kewajiban pemerintah, terutama presiden dan kabinetnya, untuk bertanggung jawab kepada DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), yang merupakan lembaga legislatif yang dipilih oleh rakyat. Prinsip pertanggungjawaban adalah salah satu pilar penting dalam menjalankan pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan demokratis. Presiden dan menteri-menteri harus mempertanggungjawabkan tindakan mereka kepada DPR melalui mekanisme interpelasi, hak angket, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya dalam sidang DPR.

Pertanggungjawaban dalam praktik parlementer di Indonesia adalah salah satu aspek utama dalam menjalankan sistem pemerintahan yang demokratis. Ini memastikan bahwa pemerintah, yang dipilih oleh rakyat, harus menjelaskan dan bertanggung jawab atas tindakan dan kebijakan mereka kepada perwakilan rakyat di DPR. Pertanggungjawaban ini menciptakan mekanisme pengawasan yang penting untuk menjaga integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam pemerintahan.

 

BAB IV

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Praktik parlementer dalam demokrasi presidensial di Indonesia adalah aspek penting dalam dinamika politik dan pembentukan kebijakan di negara ini. Hubungan antara eksekutif dan legislatif, peran DPR dalam legislasi dan pengawasan, serta peran partai politik adalah elemen-elemen kunci dalam sistem ini. Dengan pemahaman yang mendalam tentang praktik parlementer ini, Indonesia dapat terus mengembangkan demokrasinya dan memastikan akuntabilitas serta pelayanan yang lebih baik kepada rakyat.

B.       Saran

Dengan dibentuknya koalisi partai politik dalam sistem pemerintahan presidensiil makan akan berimplikasi kepada tergadainya hak konstitusional presiden dan dewan perwakilan rakyat.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Moh. Mahfud MD. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 1993.

Saldi Isra. Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.

Sri Sumantri. Sistem-sistem Pemerintahan Negara-Negara ASEAN. Bandung: Transito, 1976.