Segala Sesuatu Tentang Ilmu Pemerintahan

Monday, July 4, 2022

Perbandingan UU NO 25 Tahun 1999 dengan UU NO 33 Tahun 2004

PERBANDINGAN UU NOMOR 25 TAHUN 1999 DENGAN UU NOMOR 33 TAHUN 2004

KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah “Perbandingan UU Nomor 25 Tahun 1999 Dengan UU Nomor 33 Tahun 2004” ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiraan maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Terlebih lagi pengetahuan tentang Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karna keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Kami untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR ISI

Judul Halaman..................................................................................................................... 1
Kata Pengantar.................................................................................................................... 2
Daftar
Isi............................................................................................................................. 3

Bab I Pendahuluan.............................................................................................................. 4

A.    Latar Belakang....................................................................................................... 4

B.     Rumusan Masalah................................................................................................... 8

C.     Tujuan..................................................................................................................... 8

Bab II Pembahasan.............................................................................................................. 9

A.    Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999................................................................. 11

B.     Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004................................................................. 13

C.     Perbedaan UU 25 Tahun 1999 dengan UU 33 Tahun 2004................................... 20

Bab III Penutup................................................................................................................... 25

A.    Kesimpulan.............................................................................................................. 25

B.     Saran........................................................................................................................ 26

Daftar Pustaka            27


BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

 

Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 pasal 18, 18(A) dan 18(B).

 

              Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan agar hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Dengan demikian, Pasal ini merupakan landasan filosofis dan landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Pembentukan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada Pemerintahan Daerah yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan.

Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan Daerah.

Pemerintah pada hakikatnya mengemban tiga fungsi utama yakni fungsi distribusi, fungsi stabilisasi, dan fungsi alokasi. Fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya lebih efektif dan tepat dilaksanakan oleh Pemerintah, sedangkan fungsi alokasi oleh Pemerintahan Daerah yang lebih mengetahui kebutuhan, kondisi, dan situasi masyarakat setempat. Pembagian ketiga fungsi dimaksud sangat penting sebagai landasan dalam penentuan dasar-dasar perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah.

Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintahan kepada Daerah secara nyata dan bertanggung jawab harus diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara adil, termasuk perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Sebagai daerah otonom, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan tersebut dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas.

Pendanaan penyelenggaraan pemerintahan agar terlaksana secara efisien dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang pemerintahan, maka diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dibiayai dari APBN, baik kewenangan Pusat yang didekonsentrasikan kepada Gubernur atau ditugaskan kepada Pemerintah Daerah dan/atau Desa atau sebutan lainnya dalam rangka Tugas Pembantuan.

            Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan memper-timbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah diatur dengan Undang-Undang.

Undang-Undang yang mengatur tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah:

1.         UU Nomor 32 tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan Antara Negara dengan Daerah-daerah, yang Berhak Mengurus Rumah-tangganya Sendiri. (Sudah dicabut, tidak berlaku)

2.         UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. (Sudah dicabut, tidak berlaku)

3.         UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. (Masih berlaku)

UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah ditetapkan pada tanggal 19 Mei 1999. UU ini mencabut UU Nomor 32 tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan Antara Negara dengan Daerah-daerah, yang Berhak Mengurus Rumah-tangganya Sendiri, dan sekarang UU ini sudah tidak berlaku lagi semenjak ditetapkan UU Nomor 33 tahun 2004.

Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA merekomendasikan kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat agar melakukan perubahan yang bersifat mendasar dan menyeluruh terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sejalan dengan amanat TAP MPR tersebut serta adanya perkembangan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Keuangan Negara yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, menyebabkan terjadinya perubahan yang bersifat mendasar dan menyeluruh dalam sistem Keuangan Negara. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 perlu diperbaharui serta diselaraskan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah disahkan pada tangal 15 Oktober 2004 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah diundangkan pada tanggal 15 Oktober 2004 oleh Sekretaris Negara RI Bambang Kesowo, mulai berlaku dan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126. Penjelasan atas UU 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438. Agar seluruh rakyat Indonesia mengetahuinya.

 

B.     RUMUSAN MASALAH

            Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah di atas, maka penulis mengambil pokok permasalahan “Perbandingan UU Nomor 25 tahun 1999 dengan UU Nomor 33 tahun 2004

 

C.    TUJUAN

Dalam penulisan makalah yang berjudul “Perbandingan UU Nomor 25 Tahun 1999 dengan UU Nomor 33 Tahun 2004” ini memiliki  tujuan, yaitu: Mendeskripsikan perbandingan UU Nomor 25 Tahun 1999 dengan UU Nomor 33 Tahun 2004.

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan diselenggarakan otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan antar Pemerintahan Daerah perlu diatur secara adil dan selaras. Hal ini untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pendanaan berdasarkan kewenangan Pemerintah Pusat, Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan, maka perlu diatur perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berupa sistem keuangan yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antarsusunan pemerintahan.

Penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didanai APBD. Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi didanai APBN, dan Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh Gubernur dalam rangka Tugas Pembantuan didanai APBN. 

Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan Pemerintahan Daerah terdiri atas 4 macam, yaitu :

1.      Pendapatan Asli Daerah

2.      Dana Perimbangan

3.      Pinjaman Daerah

4.      Lain-lain Pendapatan Yang Sah

Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

PAD bersumber dari

1.      Pajak Daerah

2.      Retribusi Daerah

3.      Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

4.      Lain-lain PAD yang sah

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

Dana Perimbangan terdiri atas:

1.         Dana Bagi Hasil

2.         Dana Alokasi Umum

3.         Dana Alokasi Khusus.

Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar-Daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi Daerah. DAU suatu Daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu Daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan Daerah (fiscal need) dan potensi Daerah (fiscal capacity).

Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan Daerah.

Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pinjaman Daerah merupakan salah satu sumber Pembiayaan yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi Keuangan Daerah sendiri serta stabilitas ekonomi dan moneter secara nasional. Oleh karena itu, Pinjaman Daerah perlu mengikuti kriteria, persyaratan, mekanisme, dan sanksi Pinjaman Daerah.

 

A.      UNDANG UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1999

Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 ini merupakan pengganti dari Undang Undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan antara Negara dengan Daerah-Daerah yang Berhak Mengurus Rumah Tanggany sendiri sehingga UU 32 tahun 1956 ini tidak berlaku lagi. Undang Undang ini disahkan di Jakarta pada tanggal 19 Mei 1999 oleh Presiden ke-3 RI Presiden BJ. Habibie dan dicatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 72.

Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 ini terdiri dari 33 Pasal dan 10 Bab, yang masing-masing Bab nya berisi:

Bab 1 Ketentuan Umum

Bab 2 Dasar-Dasar Pembiayaan Pemerintahan Daerah

Bab 3 Sumber-Sumber Penerimaan Pelaksanaan Desentralisasi

Bab 4 Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi

Bab 5 Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Tugas Pembantuan

Bab 6 Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Desentralisasi

Bab 7 Sistem Informasi Keuangan Daerah

Bab 8 Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

Bab 9 Ketentuan Peralihan

Bab 10 Ketentuan Penutup

Dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 ini, di definisikan Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang merupakan salah satu Sekretariat dalam Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Didefinikan pula tentang 4 sumber penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi.

Untuk dana perimbangan, bagi hasil penerimaan negara dari pajak PBB adalah sebesar 10% untuk Pemerintah Pusat dan 90% untuk Pemerintah Daerah, sedangkan untuk BPHTB adalah sebesar 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk Pemerintah Daerah. Untuk penerimaan dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum dan sektor perikanan, imbangan untuk Pemerintah Pusat adalah sebesar 20% sedangkan Pemerintah Daerah sebesar 80%. Pada sektor pertambangan minyak bumi, Pemerintah Pusat memperoleh imbangan sebesar 85% dan Pemerintah Daerah memperoleh 15%, sedangkan untuk sektor pertambangan gas alam, Pemerintah Pusat memperoleh imbangan sebesar 70% dan Pemerintah Daerah memperoleh imbangan 30%. Dana Alokasi Umum (DAU) pada UU 25 tahun 1999 ini sebesar 25% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan oleh APBN. DAU untuk Provinsi adalah sebesar 10% sedangkan DAU untuk Daerah Kabupaten/Kota adalah sebesar 90% dari Dana Alokasi Umum. Perhitungan DAU untuk suatu daerah didasarkan pada Bobot Daerah tersebut. Dana Reboisasi termasuk dalam Dana Alokasi Khusus pada UU 25 Tahun 1999 ini. Dana Reboisasi dibagi dengan imbangan 40% untuk Daerah dan 60% untuk Pemerintah Pusat.

Ketentuan lain tentang sumber penerimaan daerah adalah tentang pinjaman daerah dan dana darurat. Pinjaman Daerah dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 dapat diambil dari pinjaman luar negeri tetapi harus melalui Pemerintah Pusat. Dana darurat yang berasal dari APBN bisa didapat oleh suatu daerah apabila terdapat keperluan mendesak pada daerah tersebut.

 

B.       UNDANG UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2004

Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah mencabut UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Salah satu pertimbangan dibuatnya Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 adalah bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan serta tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, sehingga perlu diganti.

Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 ini terdiri dari 110 Pasal dan 14 Bab, yang masing-masing Bab nya berisi:

Bab 1 Ketentuan Umum

Bab 2 Prinsip Kebijakan Perimbangan Keuangan

Bab 3 Dasar Pendanaan Pemerintahan Daerah

Bab 4 Sumber Penerimaan Daerah

Bab 5 Pendapatan Asli Daerah

Bab 6 Dana Perimbangan

Bab 7 Lain-Lain Pendapatan

Bab 8 Pinjaman Daerah

Bab 9 Pengelolaan Keuangan Dalam Rangka Desentralisasi

Bab 10 Dana Dekonsentrasi

Bab 11 Dana Tugas Pembantuan

Bab 12 Sistem Informasi Keuangan Daerah

Bab 13 Ketentuan Peralihan

Bab 14 Ketentuan Penutup

Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 ini, Sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri dari 2 sumber, yaitu :

1.      Pendapatan Daerah

2.      Pembiayaan

Pendapatan Daerah terdiri dari 3 sumber :

1.      Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2.      Dana Perimbangan

3.      Lain-Lain Pendapatan

Pembiayaan berasal dari :

1.         Sisa lebih perhitungan anggaran daerah

2.         Penerimaan Pinjaman Daerah

3.         Dana Cadangan Daerah

4.         Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan

PAD bersumber dari

1.      Pajak Daerah

2.      Retribusi Daerah

3.      Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

4.      Lain-lain PAD yang sah

Lain-lain PAD yang sah, meliputi:

1.      Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan

2.      Jasa giro

3.      Pendapatan bunga

4.      Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

5.      Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah

Dana Perimbangan terdiri atas:

1.         Dana Bagi Hasil

2.         Dana Alokasi Umum

3.         Dana Alokasi Khusus.

Dana Bagi Hasil terdiri atas:

1.      Dana bagi hasil bersumber dari Pajak

2.      Dana bagi hasil bersumber dari sumber daya alam

Untuk dana bagi hasil dari pajak , sumber nya berasal dari:

1.         PBB

2.      BPHTB

3.         PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri serta PPh Pasal 21

Untuk dana bagi hasil dari sumber daya alam, sumber nya berasal dari:

1.      Kehutanan

2.      Pertambangan umum

3.      Perikanan

4.      Pertambangan minyak bumi

5.      Pertambangan gas bumi

6.      Pertambangan panas bumi

Dana bagi hasil dari pajak, baik dari PBB maupun dari BPHTB dalam UU 33 Tahun 2004 ini lebih kompleks cara pembagian/perimbangan nya, dimana secara total pajak dari PBB adalah 10% perimbangan untuk Pemerintah Pusat dan 90% untuk Pemerintah Daerah. Begitu juga dengan Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh pasal 25 dan pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri serta  PPh pasal 21 diatur dalam pasal UU ini.

Penerimaan negara dari dana bagi hasil sumber daya alam, lebih kompleks juga cara perimbangan nya sesuai sektor-sektorya. Dana reboisasi dalam UU ini masuk dalam kategori dana bagi hasil dari sumber daya alam kehutanan.

Dana Alokasi Umum (DAU) pada UU 33 tahun 2004 ini sebesar 26% dari penerimaan dalam negeri netto yang ditetapkan oleh APBN. DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar-Daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi Daerah. DAU suatu Daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu Daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan Daerah (fiscal need) dan potensi Daerah (fiscal capacity). Dalam Undang-Undang ini ditegaskan kembali mengenai formula celah fiskal dan penambahan variabel DAU. Alokasi DAU bagi Daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, Daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.

DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di Daerah tertentu yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan Daerah. Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. Kriteria DAK meliputi Kriteria Umum yang ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD, Kriteria Khusus yang ditetapkan dengan mempertimbangkan peraturan perundang-undangan dan Karakteristik Daerah, serta Kriteria Teknik yang ditetapkan oleh Kementerian Negara/Departemen teknis.

Undang-Undang ini juga mengatur hibah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa termasuk tenaga ahli, dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.

Dalam lain-lain pendapatan selain hibah, Undang-Undang ini juga mengatur pemberian Dana Darurat kepada Daerah karena bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi dengan dana APBD. Di samping itu, Pemerintah juga dapat memberikan Dana Darurat pada Daerah yang mengalami krisis solvabilitas, yaitu Daerah yang mengalami krisis keuangan berkepanjangan. Untuk menghindari menurunnya pelayanan kepada masyarakat setempat, Pemerintah dapat memberikan Dana Darurat kepada Daerah tersebut setelah dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pinjaman Daerah merupakan salah satu sumber Pembiayaan yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pinjaman Daerah dapat bersumber dari :

1.      Pemerintah

2.      Pemerintah Daerah lain

3.      Lembaga keuangan bank

4.      Lembaga keuangan bukan bank

5.      Masyarakat

Adapaun Jenis dan Jangka Waktu Pinjaman Daerah, antara lain:

1.      Pinjaman Jangka Pendek

2.      Pinjaman Jangka Menengah

3.      Pinjaman Jangka Panjang

Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi Keuangan Daerah sendiri serta stabilitas ekonomi dan moneter secara nasional. Oleh karena itu, Pinjaman Daerah perlu mengikuti kriteria, persyaratan, mekanisme, dan sanksi Pinjaman Daerah yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Dalam Undang-Undang ini juga ditegaskan bahwa Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung ke luar negeri. Pinjaman yang bersumber dari luar negeri hanya dapat dilakukan melalui Pemerintah dengan mekanisme penerusan pinjaman. Pengaturan ini dimaksudkan agar terdapat prinsip kehati- hatian dan kesinambungan fiskal dalam kebijakan fiskal dan moneter oleh Pemerintah. Di lain pihak, Pinjaman Daerah tidak hanya dibatasi untuk membiayai prasarana dan sarana yang menghasilkan penerimaan, tetapi juga dapat untuk membiayai proyek pembangunan prasarana dasar masyarakat walaupun tidak menghasilkan penerimaan. Selain itu, dilakukan pembatasan pinjaman dalam rangka pengendalian defisit APBD dan batas kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah.

Daerah juga dimungkinkan untuk menerbitkan Obligasi Daerah dengan persyaratan tertentu, serta mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan memenuhi ketentuan nilai bersih maksimal Obligasi Daerah yang mendapatkan persetujuan Pemerintah. Segala bentuk akibat atau risiko yang timbul dari penerbitan Obligasi Daerah menjadi tanggung jawab Daerah sepenuhnya.

Pengelolaan keuangan dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada para pemangku kepentingan yang sudah menjadi tuntutan masyarakat. Semua penerimaan dan pengeluaran yang menjadi hak dan kewajiban Daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD. Dalam pengadministrasian Keuangan Daerah, APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Surplus APBD digunakan untuk membiayai Pengeluaran Daerah tahun anggaran berikutnya, membentuk Dana Cadangan, dan penyertaan modal dalam Perusahaan Daerah. Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber Pembiayaan untuk menutup defisit tersebut.

Pengaturan Dana Dekonsentrasi bertujuan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan Pemerintah yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah. Dana Tugas Pembantuan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan Pemerintah yang ditugaskan kepada Daerah.

Dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa pengadministrasian Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dilakukan melalui mekanisme APBN, sedangkan pengadministrasian Dana Desentralisasi mengikuti mekanisme APBD. Hal ini dimaksudkan agar penyelenggaraan pembangunan dan Pemerintahan Daerah dapat dilakukan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan Desentralisasi berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, diperlukan adanya dukungan Sistem Informasi Keuangan Daerah. Sistem tersebut antara lain dimaksudkan untuk perumusan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional.

Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan di atas, maka pokok-pokok muatan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:

a.         Penegasan prinsip-prinsip dasar perimbangan keuangan Pemerintah dan Pemerintahan Daerah sesuai asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan;

b.         Penambahan jenis Dana Bagi Hasil dari sektor Pertambangan Panas Bumi, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21;

c.         Pengelompokan Dana Reboisasi yang semula termasuk dalam komponen Dana Alokasi Khusus menjadi Dana Bagi Hasil;

d.        Penyempurnaan prinsip pengalokasian Dana Alokasi Umum;

e.         Penyempurnaan prinsip pengalokasian Dana Alokasi Khusus;

f.          Penambahan pengaturan Hibah dan Dana Darurat;

g.         Penyempurnaan persyaratan dan mekanisme Pinjaman Daerah, termasuk Obligasi Daerah;

h.         Pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan;

i.           Penegasan pengaturan Sistem Informasi Keuangan Daerah; dan

j.           Prinsip akuntabilitas dan responsibilitas dalam Undang-Undang ini dipertegas dengan pemberian sanksi.

 

C.      PERBEDAAN UU 25 TAHUN 1999 DENGAN UU 33 TAHUN 2004

UU 25 Tahun 1999 dan UU 33 Tahun 2004 memang sama-sama membahas tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, akan tetapi terdapat perbedaan di antara keduanya. Perbedaan itu dapat kita uraikan sebagai berikut:

1.         UU Nomor 33 Tahun 2004 menyebabkan tidak berlakunya lagi UU Nomor 25 Tahun 1999. Hal ini dapat kita lihat pada Pasal 109 Bab XIV Ketentuan Penutup Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004.

2.         Ada istilah Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang merupakan salah satu Sekretariat dalam Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah yang diperkenalkan dalam UU Nomor 25 Tahun 1999, sedangkan pada UU Nomor 33 Tahun 2004 tidak ada lagi penjelasan tentang Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

3.         Istilah Pembiayaan diperkenalkan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 yang sebelum tidak didefinisikan pada UU Nomor 25 Tahun 1999, dimana Pembiayaan merupakan setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

4.         Istilah Pendapatan Daerah juga disebutkan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 yang merupakan bagian dari Sumber Penerimaan Daerah

5.         UU Nomor 25 Tahun 1999 menyebutkan Penerimaan Daerah terbagi dalam 4 sumber, sedangkan UU Nomor 33 Tahun 2004 Penerimaan Daerah terdiri atas 2 kategori, yaitu Pendapatan Daerah dan Pembiayaan

6.         Pinjaman Daerah yang merupakan sumber penerimaan dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 diubah menjadi salah satu Sumber Pembiayaan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004, dimana dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 ada 4 sumber Pembiayaan.

7.         Lain-lain PAD yang sah tidak dirinci oleh UU Nomor 25 Tahun 1999 sedangkan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 Lain-lain PAD yang sah terdiri atas 5 rincian.

8.         Ada pasal di dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 yang melarang pemerintah daerah mengeluarkan Perda yang dapat menghambat ekonomi di daerah nya karena upaya pemerintah daerah yang mengejar peningkatan PAD, sedangkan di UU Nomor 25 Tahun 1999 tidak disebutkan.

9.         Ada istilah Dana Bagi Hasil yang disebutkan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 yang tidak disebutkan dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 (UU Nomor 25 Tahun 1999 memakai isitilah Bagian Daerah) dimana Dana Bagi Hasil merupakan salah satu dari 3 sumber Dana Perimbangan yang merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

10.     Perhitungan Dana Bagi Hasil ini lebih terperinci dijelaskan dalam pasal-pasal di UU Nomor 33 Tahun 2004 dibandingkan dengan perhitungan Bagian Daerah di UU Nomor 25 Tahun 1999, dan perhitungan persentase nya pun berbeda.

11.     Ada perubahan persentase Dana Alokasi Umum (DAU) dan cara pengalokasian DAU pada UU Nomor 33 Tahun 2004 dimana dalam UU ini pesentase DAU adalah sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Netto pada APBN dengan cara pengalokasian berdasarkan Celah Fiskal dan Alokasi Dasar. Sedangkan pada UU Nomor 25 Tahun 1999 persentase DAU adalah sekurang-kurangnya 25% dari Penerimaan Dalam Negeri pada APBN dengan cara penetepan berdasarkan Bobot Daerah.

12.     Perhitungan DAU per Provinsi, Kabupaten, dan Kota pada UU Nomor 33 Tahun 2004 ditetapkan dengan Keputusan Presiden, sedangkan pada UU Nomor 25 Tahun 1999 dilakukan oleh Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

13.     Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 ditetapkan melalui kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknis, sedangkan pada UU Nomor 25 Tahun 1999 tidak ada, serta DAK dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 dapat berasal dari Dana Reboisasi, sedangkan Dana Reboisasi masuk dalam Dana Bagi Hasil dalam UU Nomor 33 Tahun 2004.

14.     Ketentuan tentang Hibah dan Dana Darurat yang merupakan Lain-Lain Pendapatan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 diuraikan secara rinci dibandingkan dengan ketentuan Dana Darurat pada UU Nomor 25 Tahun 1999.

15.     Pinjaman Daerah dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 dijelaskan secara terperinci baik mengenai Batasan Pinjaman, Sumber Pinjaman, Jenis dan Jangka Waktu Pinjaman, Penggunaan Pinjaman, Persyaratan Pinjaman, Obligasi Daerah, maupun Pelaporan Pinjaman dibandingkan dengan UU Nomor 25 Tahun 1999.

16.     Pengelolaan Keuangan dalam Rangka Desentralisasi pada UU Nomor 33 Tahun 2004 lebih terperinci dan dijelaskan dengan sangat baik dibandingkan dengan UU Nomor 25 Tahun 1999 sehingga kita bisa melihat pasal-pasal yang menjelaskan secara rinci tentang asas umum, perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, pengendalian, serta pengawasan dan pemeriksaan di dalam UU Nomor 33 Tahun 2004.

17.     Pengelolaan Dana Dekonsentrasi pada UU Nomor 33 Tahun 2004 juga lebih terperinci dan dijelaskan dengan baik dibandingkan dengan UU Nomor 25 Tahun 1999 sehingga kita bisa melihat pasal-pasal yang menjelaskan secara rinci tentang asas umum, penganggaran dana dekonsentrasi, penyaluran dana dekonsentrasi, pertanggungjawaban dan pelaporan dana dekonsentrasi, status barang dalam pelaksanaan dekonsentrasi, serta pengawasan dan pemeriksaan di dalam UU Nomor 33 Tahun 2004.

18.     Pengelolaan Dana Tugas Pembantuan pada UU Nomor 33 Tahun 2004 juga lebih terperinci dan dijelaskan dengan baik dibandingkan dengan UU Nomor 25 Tahun 1999 sehingga kita bisa melihat pasal-pasal yang menjelaskan secara rinci tentang asas umum, penganggaran dana tugas pembantuani, penyaluran dana tugas pembantuan, pertanggungjawaban dan pelaporan pelaksanaan tugas pembantuan, status barang dalam pelaksanaan tugas pembantuan, serta pengawasan dan pemeriksaan di dalam UU Nomor 33 Tahun 2004.

19.     Sistem Informasi Keuangan Daerah pada UU Nomor 33 Tahun 2004 juga lebih terperinci dan dijelaskan dengan baik dibandingkan dengan UU Nomor 25 Tahun 1999.

UU Nomor 33 Tahun 2004 selain membuat UU Nomor 25 Tahun 1999 tidak berlaku lagi, juga megatur tentang UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua masih tetap berlaku. 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.      KESIMPULAN

Setelah pembahasan yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, hal-hal yang dapat disimpulkan dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

1.      Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan merata dengan menjalankan otonomi yang seluas-luas nya kepada Daerah sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 18, 18(A) dan 18 (B)

 

2.      Hubungan Keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di atur dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbagan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

 

3.      UU Nomor 25 Tahun 1999 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman sehingga tidak berlaku lagi dan diganti dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbagan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

 

4.      Banyak nya perbedaan perbedaan antara UU Nomor 25 Tahun 1999 dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 dikarenakan UU Nomor 33 Tahun 2004 merupakan penyempurnaan dari UU Nomor 25 Tahun 1999 sehingga aspek-aspek yang tidak diperhatikan dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 dirangkum dan dijelaskan secara terperinci dalam UU Nomor 33 Tahun 2004.

5.      Demikian juga dengan UU Nomor 33 Tahun 2004, sesuai dengan perkembangan zaman, UU ini pun juga akan berganti dan tidak berlaku lagi.

 

B.       SARAN

Penulis berharap akan ada makalah yang membahas tentang perbandingan UU Nomor 33 Tahun 2004 dengan UU terbaru yg mencabut status berlaku nya UU Nomor 33 Tahun 2004 (yaitu UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah).

Diharapkan dengan terus melakukan perbandingan ini, kita akan memahami bagaimana arah perkembangan Undang Undang yang berlaku di Indonesia, apakah sudah semakin mendekati dengan tujuan negara Indonesia sesuai dengan amanat UUD 1945 atau malah sebaliknya.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Gunawan, Jamil. Ed., Desentralisasi Globalisasi dan Demokrasi Lokal. Jakarta: LP3ES, 2005. Indonesia

 

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Indonesia

 

Undang-Undang Tentang Perimbangan Keuangan antara Negara Dengan Daerah-Daerah, Yang Berhak Mengurus Rumah-Tangganya Sendiri, No. 32 Tahun 1956, LN No. 77 tahun 1956, TLN No. 1442. Indonesia

 

Undang-Undang Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, No. 25 Tahun 1999, LN No. 72 tahun 1999, TLN No. 3848. Indonesia

 

Undang-Undang Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, No. 33 Tahun 2004, LN No. 126 tahun 2004, TLN No. 4438. Indonesia

 

Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, No. 22 Tahun 1999, LN No. 60 tahun 1999, TLN No. 3839 Indonesia

 

Malley, Michael. “Daerah, Sentralisasi dan Perlawanan” dalam Indonesia Beyond Soeharto: Negara, Ekonomi, Masyarakat, Transisi. Editor Donald K. Emmerson. Jakarta: PT Gramedia, 2001. Hlm. 122-181. 


0 comments:

Post a Comment