Segala Sesuatu Tentang Ilmu Pemerintahan

Saturday, February 25, 2023

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ANTI-KORUPSI: SUATU STUDI PERBANDINGAN LEMBAGA ANTI-KORUPSI DI INDONESIA DAN HONG KONG

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ANTI-KORUPSI: SUATU STUDI PERBANDINGAN LEMBAGA ANTI-KORUPSI DI INDONESIA DAN HONG KONG

Pendahuluan

Korupsi seringkali didefinisikan sebagai “as exercise of official powers against public interest or the abuse of public office for private gains” (Shah, 2006). Keberadaan korupsi di suatu negara mencerminkan kegagalan pemerintah negara tersebut. Kepedulian terhadap pemberantasan korupsi dengan demikian menjadi isu yang sangat penting. Dan mendesain kebijakan anti-korupsi serta merumuskan strategi implementasinya adalah hal yang jauh lebih penting.

                Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi. Salah satunya melalui Lembaga Anti Korupsi Nasional. Tentu saja lembaga anti korupsi tersebut harus independen dan bebas dari pengaruh politik supaya dapat bekerja secara efektif. Di Indonesia, pemberantasan korupsi, baik pada masa pemerintahan orde lama (1945-1965), orde baru (1966-1998), maupun orde reformasi (1998-sekarang), selalu dilakukan dengan membentuk Badan Anti-Korupsi (Anti-Corruption Agencies).

                Berkaitan dengan ini pengalaman Hong Kong sangat menarik untuk dipelajari. Mengapa? Karena disamping Hong Kong telah diakui sebagai pusat dunia untuk belajar pemberantasan korupsi, Hong Kong juga memiliki latar belakang yang sangat relevan dengan apa yang terjadi di Indonesia.

                Permasalahannya adalah bagaimanakah seharusnya Badan Anti-Korpusi mengimplementasikan kebijakan anti korupsi di Indonesia supaya lebih efektif? Paper ini disusun untuk mendiskusikan bagaimana cara mengefektifkan peran Badan Anti-Korupsi di Indonesia.

Metode Penelitian

Pendekatan yang diambil dalam penulisan paper ini agaknya adalah Institutionalist Approaches, yang mengkaji peran negara dan lembaga-lembaga social dalam mendefinisikan maupun menyusun kebijakan public. Paper ini mencoba mengungkap sejauhmana negara dan kelembagaan yang dibentuknya berperan dalam mengimplementasikan kebijakan. Negara yang dibandingkan adalah Indonesia dan Hong Kong.

Hasil dan Pembahasan

                Untuk mengurangi korupsi dengan adanya kekuasaan monopoli yang cenderung tidak terbatas dan kewenangan pejabat pemerintah dalam membuat kebijakan, maka negara harus memiliki pemerintahan yang mampu menegakkan peraturan (a rules-driven government) dengan pengawasan internal yang ketat (strong internal controls) dan dengan diskresi yang terbatas (little discretion) pada para pejabat publik (Klitgaard, 1988). Menurut model ini, korupsi bisa dikurangi dengan; (1). Mengurangi jumlah transaksi melebihi kewenangan yang dimiliki pejabat publik; (2). Mengurangi kesempatan memperoleh keuntungan dari setiap transaksi; (3). Meningkatkan kemungkinan untuk pendeteksian; dan (4). Meningkatkan hukuman bagi koruptor. Lebih dari itu, pemerintah harus membentuk satu badan anti-korupsi yang independen dan memiliki integritas tinggi.

                Korupsi di Indonesia sudah merupakan extra-ordinary crime, karenanya disamping mempertimbangkan 4 rekomendasi dari Agency Models tersebut, pembentukan badan anti-korupsi juga sudah seharusnya dilakukan. KPK dimaksudkan untuk memerangi korupsi dari ekstra pemerintah, sedangkan TimTasTipikor dibentuk untuk memberantas korupsi dari dalam pemerintah.

                Sejak didirikan pada 29 Desember 2003 hingga sekarang (2 tahun lebih), KPK telah membuktikan sebagai badan anti-korupsi yang cukup memadai. Beberapa keberhasilan KPK dapat dicatat, antara lain: (i). Banyak pejabat yang korup diproses dan diadili; (ii). Fungsi “Trigger Mechanism” KPK berhasil mendorong aparat penegak hukum, khususnya di Daerah, berani menindak pejabat daerah yang melakukan korupsi, baik Gubernur, Bupati, Walikota, maupun DPRD. (iii). Mendorong dan membantu penerapan “Island of Integrity” dan “Good Governance”, yang hingga akhir tahun 2005 ada 7 wilayah (propinsi dan kabupaten/kota) yang menerapkan “Island of Integrity” dan “Good Governance”. (iv). Di bidang Teknologi Informasi (IT), secara internal KPK telah memiliki portal dan software forensik, secara eksternal KPK telah memiliki website dan menyediakan software sekaligus pelatihan bagi 33 provinsi se Indonesia agar mereka bisa langsung mengakses data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

                Ada beberapa kelemahan dan kendala yang mempengaruhi kinerja KPK. Diantaranya adalah: (i). Keterbatasan sarana-prasarana; (ii). Keterbatasan SDM; (iii). Kendala dari desain kebijakan (Undang-Undang) yang berkaitan dengan mekanisme kerja operasional KPK itu sendiri; dan (iv). Masih belum kondusifnya sikap masyarakat dalam usaha memerangi korupsi (kurangnya pemahaman masyarakat tentang tindak korupsi dan fungsi serta kewenangan KPK, sikap permisif masyarakat terhadap tindak korupsi masing tinggi, dan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum lainnhya).

                UU tentang KPK masih berstandar ganda. Di satu sisi KPK diberi kewenangan sebagai superbodi. sementara di sisi lain, dalam pelaksanaan tugas di lapangan KPK dipaksa bekerja dengan cara-cara tradisional.

                Meskipun demikian, dibandingkan dengan ICAC (Independent Commission Against Corruption) di Hong Kong yang sejak dibentuknya membutuhkan waktu 3 tahun untuk bisa beroperasi, KPK termasuk sukses dan berhasil. Dalam kurun waktu 2 tahun saja sudah banyak hasil yang dicapai. Hal yang perlu dicatat adalah, jika kendala kebijakan (UU) dapat diatasi maka bukan mustahil kinerja KPK akan lebih baik.

Kesimpulan

Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa; (1). Korupsi adalah masalah di semua pemerintahan dan di semua negara di dunia; (2). Untuk memberantas korupsi dibutuhkan komitmen dan political will dari dalam pemeritahan di suatu negara itu sendiri, disamping back-up oleh negara-negara lain dalam hubungan dan jejaring internasional yang dikomandani PBB melalui konvensi anti-korupsi; (3). Salah satu cara yang efektif untuk memberantas korupsi adalah melalui badan anti-korupsi yang independen. Untuk itu banyak negara yang menggunakan cara dan pendekatan ini, termasuk Hong Kong dan Indonesia; (4). Hong Kong memiliki pengalaman yang menarik dan sangat sukses melakukan pemberantasan korupsi melalui pendekatan kelembagaan anti-korupsi (ICAC) yang independen dan dilindungi oleh UU. (5). Indonesia juga membentuk badan anti-korupsi. Bahkan ada dua badan anti- korupsi, yaitu KPK dan TimTasTipikor. Badan anti-korupsi di Indonesia, khususnya KPK, telah menjalankan tugasnya dan berhasil cukup baik; (6). Bahwa masih ada beberapa kelemahan dan kendala yang dihadapi KPK, mulai dari kelemahan dan kendala internal, hingga eksternal yaitu kendala UU; (7). Bahwa dari pengalaman Hong Kong dapat ditarik beberapa pelajaran untuk diterapkan di Indonesia.

0 comments:

Post a Comment