Segala Sesuatu Tentang Ilmu Pemerintahan

Saturday, October 2, 2021

Resume Teori Pemberdayaan dan Teori-Teori Perencanaan

Resume Teori Pemberdayaan dan

Teori-Teori Perencanaan

 


 Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memberikan daya (empowerment) atau penguatan (strengthening) kepada masyarakat. Pemberdayaan masyarakat juga dapat diartikan sebagai kemampuan individu yang bersenyawa dengan masyarakat dalam membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan sehingga bertujuan untuk menemukan alternatif baru dalam pembangunan masyarakat.


Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Menurut Para Ahli :

1.    Adisasmita (2006:35)

Menurut Adisasmita, Pemberdayaan masyarakat adalah upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya masyarakat pedesaan yang lebih efektif dan efesien, seperti:

Aspek masukan atau input (Sumber Daya Manusia (SDM), dana, peralatan atau sarana, data, rencana, teknologi)

Aspek proses (pelaksanaan, monitoring dan pengawasan)

Aspek keluaran dan out put (pencapaian sasaran, efektivitas dan efisiensi)

 

2.    Sumaryadi (2005:11)

Menurut Sumaryadi, Pemberdayaan masyarakat adalah upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan langkah upaya memperkuat kelembagaan masyarakat agar mereka mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan.

 

3.  Suharto(2005:60)

Menurut Suharto, pemberdayaan masyarakat dimaknai sebagai sebuah proses dan tujuan. Maksudnya: Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu yang mengalami masalah kemiskinan.

Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan yang ingin dicapai oleh perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti kepercayaan diri, menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

 

4.  Fahrudin (2012:96-97)

Menurut Fahrudin Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk memampukan dan memandirikan masyarakat yang dilakukan dengan upaya, seperti:

  Enabling, yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang.

  Empowering, yaitu meningkatkan kapasitas dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat.

  Protecting, yaitu melindungi kepentingan dengan mengembangkan sistem perlindungan bagi masyarakat yang menjadi subjek pengembangan.

 

TUJUAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Menurut Mardikanto (2014:202), ada 6 tujuan pemberdayaan masyarakat, diantaranya yaitu:

1.   Perbaikan kelembagaan (better institution). Dengan perbaikan kegiatan/tindakan yang dilakukan, diharapkan akan memperbaiki kelembagaan, termasuk pengembangan jejaring kemitraan usaha.

2.   Perbaikan usaha (better business). Perbaikan pendidikan (semangat belajar), perbaikan aksesibisnislitas, kegiatan dan perbaikan kelembagaan, diharapkan akan memperbaiki bisnis yang dilakukan.

3.   Perbaikan pendapatan (better income). Dengan terjadinya perbaikan bisnis yang dilakukan, diharapkan akan dapat memperbaiki pendapatan yang diperolehnya, termasuk pendapatan keluarga dan masyarakatnya.

4.   Perbaikan lingkungan (better environment). Perbaikan pendapatan diharapkan dapat memperbaiki lingkungan (fisik dan sosial), karena kerusakan lingkungan seringkali disebabkan oleh kemiskinan atau pendapatan yang terbatas.

5.   Perbaikan kehidupan (better living). Tingkat pendapatan dan keadaan lingkungan yang membaik, diharapkan dapat memperbaiki keadaan kehidupan setiap keluarga dan masyarakat.

6.   Perbaikan masyarakat (better community). Kehidupan yang lebih baik, yang didukung oleh lingkungan (fisik dan sosial) yang lebih baik, diharapkan akan terwujud kehidupan masyarakat yang lebih baik pula.

 

PRINSIP-PRINSIP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Terdapat empat prinsip yang sering digunakan untuk suksesnya program pemberdayaan, yaitu prinsip kesetaraan, partisipasi, keswadayaan atau kemandirian, dan berkelanjutan (Najiati dkk, 2005:54). Adapun penjelasan terhadap prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat tersebut adalah sebagai berikut:

a.      Prinsip Kesetaraan

Prinsip utama yang harus dipegang dalam proses pemberdayaan masyarakat  adalah kesetaraan atau kesejajaran kedudukan antara masyarakat dengan lembaga yang melakukan program-program pemberdayaan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. Dinamika yang dibangun adalah hubungan kesetaraan dengan mengembangkan mekanisme berbagai pengetahuan, pengalaman, serta keahlian satu sama lain. Masing-masing saling mengakui kelebihan dan kekurangan, sehingga terjadi proses saling belajar.

b.     Partisipasi

Program pemberdayaan yang dapat menstimulasi kemandirian masyarakat adalah program yang sifatnya partisipatif, direncanakan, dilaksanakan, diawasi, dan dievaluasi oleh masyarakat. Namun, untuk sampai pada tingkat tersebut perlu waktu dan proses pendampingan yang melibatkan pendamping yang berkomitmen tinggi terhadap pemberdayaan masyarakat.

c.      K eswadayaan atau kemandirian

Prinsip keswadayaan adalah menghargai dan mengedepankan kemampuan masyarakat daripada bantuan pihak lain. Konsep ini tidak memandang orang miskin sebagai objek yang tidak berkemampuan (the have not), melainkan sebagai subjek yang memiliki kemampuan sedikit (the have little). Mereka memiliki kemampuan untuk menabung, pengetahuan yang mendalam tentang kendala-kendala usahanya, mengetahui kondisi lingkungannya, memiliki tenaga kerja dan kemauan, serta memiliki norma-norma bermasyarakat yang sudah lama dipatuhi. Semua itu harus digali dan dijadikan modal dasar bagi proses pemberdayaan. Bantuan dari orang lain yang bersifat materiil harus dipandang sebagai penunjang, sehingga pemberian bantuan tidak justru melemahkan tingkat keswadayaannya.

d.     Berkelanjutan

Program pemberdayaan perlu dirancang untuk berkelanjutan, sekalipun pada awalnya peran pendamping lebih dominan dibanding masyarakat sendiri. Tapi secara perlahan dan pasti, peran pendamping akan makin berkurang, bahkan akhirnya dihapus, karena masyarakat sudah mampu mengelola kegiatannya sendiri.

 

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Terdapat tiga strategi utama pemberdayaan masyarakat dalam praktik perubahan sosial, yaitu tradisional, direct action (aksi langsung), dan transformasi yang dijelaskan sebagai berikut (Hikmat, 2006):

a.    Strategi tradisional.

Strategi ini menyarankan agar masyarakat mengetahui dan memilih kepentingan terbaik secara bebas dalam berbagai keadaan. Dengan kata lain semua pihak bebas menentukan kepentingan bagi kehidupan mereka sendiri dan tidak ada pihak lain yang mengganggu kebebasan setiap pihak.

b.    Strategi direct-action.

Strategi ini membutuhkan dominasi kepentingan yang dihormati oleh semua pihak yang terlibat, dipandang dari sudut perubahan yang mungkin terjadi. Pada strategi ini, ada pihak yang sangat berpengaruh dalam membuat keputusan.

c.    Strategi transformatif.

Strategi ini menunjukkan bahwa pendidikan massa dalam jangka panjang dibutuhkan sebelum pengindentifikasian kepentingan diri sendiri.

 

TAHAPAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Pemberdayaan masyarakat memiliki tujuh tahapan atau langkah yang dilakukan, yaitu sebagai berikut (Soekanto, 1987:63):

1.    Tahap Persiapan.

Pada tahapan ini ada dua tahapan yang harus dikerjakan, yaitu: pertama, penyimpanan petugas, yaitu tenaga pemberdayaan masyarakat yang bisa dilakukan oleh community woker, dan kedua penyiapan lapangan yang pada dasarnya diusahakan dilakukan secara non-direktif.

2.    Tahapan pengkajian (assessment).

Pada tahapan ini yaitu proses pengkajian dapat dilakukan secara individual melalui kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha mengidentifikasi masalah kebutuhan yang dirasakan (feel needs) dan juga sumber daya yang dimiliki klien.

3.    Tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan.

Pada tahapan ini petugas sebagai agen perubahan (exchange agent) secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam konteks ini masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat dilakukan.

4.    Tahap pemfomalisasi rencanaaksi.

Pada tahapan ini agen perubahan membantu masing-masing kelompok untuk merumuskan dan menentukan program dan kegiatan apa yang mereka akan lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Di samping itu juga petugas membantu untuk memformalisasikan gagasan mereka ke dalam bentuk tertulis, terutama bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada penyandang dana.

5.    Tahap pelaksanaan (implementasi) program atau kegiatan.

Dalam upaya pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat peran masyarakat sebagai kader diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program yang telah dikembangkan. Kerja sama antar petugas dan masyarakat merupakan hal penting dalam tahapan ini karena terkadang sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik melenceng saat di lapangan.

6.    Tahap evaluasi.

Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan keterlibatan warga tersebut diharapkan dalam jangka waktu pendek biasanya membentuk suatu sistem komunitas untuk pengawasan secara internal dan untuk jangka panjang dapat membangun komunikasi masyarakat yang lebih mendirikan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.

7.    Tahap terminasi.

Tahap terminasi merupakan tahapan pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini diharapkan proyek harus segera berhenti.

CONTOH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

1.  Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

Posyandu merupakan jenis UKBM yang paling memasyarakatkan saat ini. Gerakan posyandu ini telah berkembang dengan pesat secara nasional sejak tahun 1982. Saat ini telah populer di lingkungan desa dan RW diseluruh Indonesia. Posyandu meliputi lima program prioritas yaitu: KB, KIA, imunisasi, dan pennaggulangan diare yang terbukti mempunyai daya ungkit besar terhadap penurunan angka kematian bayi. Sebagai salah satu tempat pelayanan kesehatan masyarakat yang langsung bersentuhan dengan masyarakat level bawah, sebaiknya posyandu digiatkan kembali seperti pada masa orde baru karena terbukti ampuh mendeteksi permasalahan gizi dan kesehatan di berbagai daerah. Permasalahn gizi buruk anak balita, kekurangan gizi, busung lapar dan masalah kesehatan lainnya menyangkut kesehatan ibu dan anak akan mudah dihindarkan jika posyandu kembali diprogramkan secara menyeluruh.

Kegiatan posyandu lebih dikenal dengan sistem lima meja yang meliputi:

  Meja 1 : pendaftaran

  Meja 2 : penimbangan

  Meja 3 : pengisian kartu menuju sehat

  Meja 4 : penyuluhan kesehatan, pemberian oralit, vitamin A dan tablet besi

  Meja 5 : pelayanan kesehatan yang meliputi imunisasi, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan serta pelayanan keluarga berencana.

Salah satu penyebab menurunnya jumlah posyandu adalah tidak sedikit jumlah posyandu diberbagai daerah yang semula ada sudah tidak aktif lagi.

 

2.  Pondok Bersalin Desa (Polindes)

Pondok bersalin desa (Polindes) merupakan salah satu peran serta masyarakat dalam menyediakan tempat pertolongan persalinan pelayanan dan kesehatan ibu serta kesehatan anak lainnya. Kegiatan pondok bersalin desa antara lain melakukan pemeriksaan (ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui, bayi dan balita), memberikan imunisasi, penyuluhan kesehatan masyarakat terutama kesehatan ibu dan anak, serta pelatihan dan pembinaan kepada kader dan mayarakat.

Polindes ini dimaksudkan untuk menutupi empat kesenjangan dalam KIA, yaitu kesenjangan geografis, kesenjangan informasi, kesenjangan ekonomi, dan kesenjangan sosial budaya. Keberadaan bidan di tiap desa diharapkan mampu mengatasi kesenjangan geografis, sementara kontak setiap saat dengan penduduk setempat diharapkan mampu mengurangi kesenjangan informasi. Polindes dioperasionalkan melalui kerja sama antara bidan dengan dukun bayi, sehingga tidak menimbulkan kesenjangan sosial budaya, sementara tarif pemeriksaan ibu, anak, dan melahirkan yang ditentukan dalam musyawarah LKMD diharapkan mamou mengurangi kesenjangan ekonomi.

3.  Upaya Kesehatan Tradisional

Tanaman obat keluarga (TOGA) adalah sebidang tanah di halaman atau ladang yang dimanfaatkan untuk menanam yang berkhasiat sebagai obat. Dikaitkan dengan peran serta masyarakat, TOGA merupakan wujud partisipasi mereka dalam bidnag peningkatan kesehatan dan pengobatan sederhana dengan memanfaatkan obat tradisional. Fungsi utama dari TOGA adalah menghasilkan tanaman yang dapat dipergunakan antara lain untuk menjaga meningkatkan kesehatan dan mengobati gejala (keluhan) dari beberapa penyakit yang ringan. Selain itu, TOGA juga berfungsi ganda mengingat dapat dipergunakan untuk memperbaiki gizi masyarakat, upaya pelestarian alam dan memperindah tanam dan pemandangan.

4.  UKGM (Unit Kesehatan Gigi Masyarakat)

Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan, dalam hal ini pembangunan kesehatan gigi dan mulut dibutuhkan peran serta masyarakat sebagai salah satu strategi penyelenggaraan pembangunan kesahatan, meliputi perorangan misalnya kader kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama, politisi, figur masyarakat, kelompok masyarakat misalnya, posyandu, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga sosial masyarakat dan pemerintah yang berperan sebagai agen perubahan untuk penerapan perilaku hidup sehat.


Teori-Teori Perencanaan

Jika mengacu pada istilah yang pertama yaitu “theory of planning”, teori perencanaan dapat dimaknai sebagai ide atau gagasan yang menjelaskan tentang upaya untuk mencapai satu atau beberapa tujuan yang telah ditetapkan. Upaya tersebut digambarkan sebagai sebuah prosedur yang terangkai secara logis sehingga dapat menjelaskan tahapan yang harus dilalui untuk tercapainya suatu tujuan. Pengertian tentang teori perencanaan apabila kita mengacu pada istilah yang kedua yaitu “theory in planning”, perencanaan adalah sebuah kerangka pikir yang dijadikan sebagai landasan guna melakukan intervensi terhadap permasalahan tertentu. Dengan kata lain, theory in planning merujuk pada upaya untuk menemukan argumen-argumen substansial yang dipandang mampu atau layak dijadikan landasan perencanaan. Berdasarkan pada uraian ini, dapat ditegaskan bahwa theory of planning menekankan pada prosedur perencanaan; sedangkan theory in planning menekankan pada konsep substansial perencanaan.

Menurut Coleman Woodbury, perencanaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang mencakup persiapan, pemilihan alternatif, serta pelaksanaan yang dilakukan secara logis dan sistimatik sehingga berbagai kemungkinan yang diakibatkan dapat diprakirakan dan diantisipasi.

Pengertian lain mengenai perencanaan disampaikan oleh John Friedmann. Dalam bukunya yang berjudul Planning in the Public Domain: From Knowledge to Action (1987), dinyatakan bahwa pengertian perencanaan selalu mengandung empat unsur utama, yaitu: (1) perencanaan adalah sebuah cara untuk memikirkan persoalan-persoalan sosial ekonomi; (2) perencanaan selalu berorientasi ke masa depan; (3) perencanaan memberikan perhatian pada keterkaitan antara pencapaian tujuan dan proses pengambilan keputusan; dan (4) perencanaan mengedepankan kebijakan dan program yang komprehensif. Jadi perencanaan merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan untuk kepentingan masa depan.

Perencanaan adalah upaya untuk menyusun prioritas sesuai dengan sumberdaya yang tersedia dan tujuan jangka panjang yang ditetapkan. Pendapat ini dikemukakan oleh Conyer dan Hill (1984).

Kelly dan Becker (2000) yang menyatakan perencanaan sebagai suatu upaya yang dilakukan secara rasional untuk menghadapi masa depan.

Kaufman (1972) sebagaimana dikutip Harjanto, Perencanaan adalah suatu proyeksi tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan absah dan bernilai.

Bintoro Tjokroaminoto mendefinisikan perencanaan sebagai proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.

Pramuji Atmosudirdjo mendefinisikan perencanaan adalah perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, siapa yang melakukan, bilamana, dimana, dan bagaimana melakukannya.

SP. Siagian mengartikan perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang menyangkut hal-hal yang akan dikerjakan di masa datang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Y. Dior berpendapat perencanaan perencanaan adalah suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang, dalam rangka mencapai sasaran tertentu.

Perencanaan merupakan proses pengambilan keputusan atas sejumlah alternatif (pilihan) mengenai sasaran dan cara-cara yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang guna mencapai tujuan yang dikehendaki serta pemantauan dan penilaiannya atas hasil pelaksanaannya, yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Dengan demikian, Perencanaan adalah sebuah upaya yang dilakukan oleh manusia guna menetapkan pilihan dari sekian banyak alternatif yang tersedia. Tujuan penetapan pilihan adalah untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Hal-hal yang dipilih seyogyanya adalah hal yang paling memungkinkan tercapainya tujuan dimaksud yang sesuai dengan kapasitas sumberdaya. Upaya untuk penetapan pilihan perlu mengedepankan sifat kearifan dan juga keilmiahan. Hasil dari penetapan pilihan ini disebut sebagai rencana. Selain menjelaskan tentang pilihan yang telah ditetapkan, rencana juga memuat penjelasan tentang alasan penetapan dan cara menjalankan pilihan tersebut.

Todaro (1986) mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan adalah usaha secara sadar yang dilakukan oleh suatu organisasi (misalnya pemerintah) guna mempengaruhi, mengarahkan, serta mengendalikan perubahan variabel-variabel pembangunan dari suatu negara atau wilayah selama kurun waktu sesuai dengan serangkaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sesuai dengan pemahaman tersebut, Todaro menyatakan bahwa inti dari perencanaan pembangunan adalah pengaruh, pengarahan, dan pengendalian Hal ini karena pembangunan selalu dipenuhi oleh gejala-gejala kompleks dan spontan yang dibentuk oleh keterkaitan dinamis antar variabel.

Warpani (1984) mengemukakan bahwa dalam kaitannya dengan pembangunan, perencanaan adalah usaha untuk memaksimumkan segala sumberdaya yang ada pada suatu wilayah atau negara untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, dengan beban masyarakat yang minimum.

 

Pada dasarnya kegiatan perencanaan merupakan sebuah rangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis, penyimpanan, penyajian, hingga penyebaran data/informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Sesungguhnya kegiatan perencanaan juga memiliki ruang lingkup yang sangat luas terkait dengan 3 (tiga) dimensi yaitu waktu, spasial, dan tingkatan dan teknis perencanaannya. Ketiga dimensi tersebut saling kait-terkait dan berinteraksi.

Secara esensial, perencanaan selalu melibatkan tiga unsur; yaitu fakta, tujuan, dan arah kebijakan. Fakta adalah keadaan saat ini sebagai landasan atau titik awal yang sangat diperlukan dalam menentukan tujuan perencanaaa. Tujuan itu sendiri merupakan kondisi atau hasil yang diperkirakan dapat dicapai dalam periode tertentu. Adapun unsur arah kebijakan akan memberikan rambu-rambu mengenai hal yang boleh/tidak boleh serta yang harus/tidak harus dalam rangka mencapai tujuan. Tanpa adanya arah kebijakan, sebaik apa pun penetapan fakta dan tujuan, rencana yang dibuat tidak dapat diterapkan secara optimal.

Perencanaan juga harus memenuhi dua syarat, yaitu akurasi dan legitimasi. Syarat akurasi lebih ditentukan oleh ketepatan dan kehandalan data, metode analisis, intepretasi data, dan penyajian hasil.

Sementara itu syarat legitimasi mengandung dua aspek, yaitu aspek legal dan aspek sosial. Hal ini mengisyaratkan bahwa sebuah rencana harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan sosial. Berkaitan dengan aspek legal terdapat hal-hal yang berkenaan dengan dasar hukum, kewenangan, dan kelembagaan formal. Sementara itu, aspek sosial berkenaan dengan kondisi sosial budaya, negosiasi sosial, dan kelembagaan informal.

Perencanaan mengandung unsur-unsur yang bersifat normatif dan bersifat terukur. Istilah normatif mencakup antara lain adalah visi dan misi, sedangkan istilah seperti tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan memiliki sifat terukur. Pada umumnya, istilah normatif berupa pernyataan-pernyataan resmi yang memerlukan penjabaran lebih lanjut sehingga lebih aplikatif yang memuat indikator-indikator terukur. Dengan kata lain, istilah terukur merupakan turunan dari istilah normatif. Oleh sebab itu, antara normatif dan istilah terukur terdapat saling keterkaitan

Manfaat penting dari sebuah perencanaan adalah: (1) memungkinkan untuk terpeliharanya persesuaian antara kegiatan internal dengan situasi eksternal; (2) menciptakan efisiensi pemanfaatan sumber daya organisasi (3) memonitor dan mengukur berbagai keberhasilan secara intensif sehingga bisa menemukan dan memperbaiki penyimpangan secara dini; (4) membantu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan; (5) memberikan pegangan dan menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut; dan (6) memudahkan dalam berkoordinasi dengan pihak terkait

Dengan demikian, fungsi utama perencanaan adalah untuk mempermudah pencapaian tujuan di masa depan. Oleh sebab itu sebuah perencanaan yang baik akan dicirikan oleh sejauh mana rencana yang dihasilkan dapat berperan optimal sebagai penuntun arah. Untuk itu, setiap perencanaan yang baik bukan saja dituntut untuk memberikan gambaran yang jelas tentang masa depan; tetapi juga harus mampu memperkirakan kendala yang harus dihadapi guna mencapai masa depan.

 

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, setiap usaha pembangunan adalah urusan publik yang melibatkan begitu banyak kepentingan. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu mekanisme “kontrol” yang diwujudkan dalam bentuk perencanaan atau “planning”. Dengan demikian, setiap aktivitas perencanaan pembangunan bukanlah suatu aktivitas yang terisolasi dari kepentingan umum. Artinya, setiap aktivitas pembangunan akan memberikan implikasi dan konsekuensi tertentu terhadap berbagai gejala kehidupan publik.

Dengan demikian, setiap aktivitas perencanaan pembangunan sering dipandang sebagai bentuk intervensi terhadap publik. Oleh karena itu, setiap kegiatan perencanaan harus dapat menangkap, mengolah, dan memenuhi aspirasi publik. Ketika perencanaan dipandang sebagai sebuah alat dan metode dalam pengambilan keputusan dan tindakan publik, maka sudah sewajarnya jika perencanaan bukan saja dipandang sebagai proses teknokratis, tetapi juga sebagai proses demokratis. Sejalan dengan itu, lembaga perencana yang pada awalnya lebih berperan sebagai sebuah lembagat teknokrat yang tertutup akan bertransformasi menjadi lembaga terbuka yang harus membuka kesempatan yang sama untuk publik dalam melakukan perencanaan.

Pendekatan yang konvensional terhadap proses perencanaan yang mengutamakan proses penyusunan dokumen semata untuk jangka waktu tertentu tanpa melibatkan peran masyarakat semakin tidak relevan lagi. Masyarakat bukan lagi sebagai objek rekayasa. Proses publik tidak lagi dipandang sebagai sebuah elemen irasional yang harus dihindari. Dengan demikian, proses perencanaan tidak lagi dipahami sebagai sebuah proses bebas nilai dan kepentingan yang hanya mengutamakan prosedur legal dan rasionalitas sepihak. Dalam kondisi seperti ini, posisi proses publik dalam sebuah perencanaan menjadi sangat signifikan. Dalam sebuah proses publik perencana dapat berperan baik sebagai teknokrat, birokrat, advokat, maupun politikus. Keempat peran ini adalah refleksi dari posisi perencana dalam proses publik. Tantangan dan perubahan paradigma di dunia perencana, menuntut perencana untuk dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan. 

Pada akhirnya dapat dinyatakan bahwa perencanaan sebagai bagian dari proses publik pada hakekatnya adalah sebuah bagian dari upaya untuk (1) pembelajaran guna menangkap aspirasi setempat; (2) menciptakan kesempatan yang lebih baik bagi masyarakat pada suatu wilayah; (3) mengkaji sampai sejauh mana dampak terhadap keseimbangan dan keberlanjutan kehidupan (penduduk dan lingkungan), (4) mengkaji dan menyampaikan gambaran masa depan

0 comments:

Post a Comment