BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberikan pelayanan umum kepada masyarakat, oleh karena itu organisasi pemerintah sering pula disebut sebagai “pelayanan masyarakat” (public service) (Wasistiono, 2009). Walaupun tugas dan fungsi pelayanaan publik merupakan kewenangan dan tanggung jawab pemerintah namun dengan prinsip partisipasi mayarakat sebagai salah satu pilar kepemerintahan yang baik atau good governance, masyarakat sebenarnya perlu dilibatkan lebih jauh dalam kegiatan penyediaan pelayanan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Di negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia, kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada kemampuan merekadalam mengakses dan menggunakan pelaya- nan publik, akan tetapi permintaan akan pelayanan tersebut umumnya jauh melebihi kemampuan pemerintah untuk dapat meme- nuhinya. Sebaliknya, pemusatan segala urusan publik hanya kepada negara, pada kenyataannya hanya sebuah retorika, sebab urusan pelayanan publik yang demikian kompleks, mustahil dapat dikerjakan semua hanya oleh pemerintah.
Menurut Miftah Thoha (dalam Sedarmayanti, 2009:243), pelayanan publik dapat dipahami sebagai suatu usaha oleh seorang/ kelompok orang, atau institusi tertentu untuk memberikan kemudahan dan bantuan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Hanya saja, dalam rangka melakukanoptimalisasi pelayanan publik yang dilakukan oleh birokrasi pemerintahan bukanlah tugas yang mudah mengingat usaha tersebut menyangkut berbagai aspek yang telah membudaya dalam lingkaran birokrasi pemerin- tahan. Oleh karena itu kemudian peran swasta dan masyarakat sangat diharapkan untuk melengkapi pemerintah dalam menciptakan kualitas pelayanan publik yang optimal.
Istilah kemitraan seringkali dipertukarkandengan banyak istilah lain seperti kolaborasi, aliansi, ko-produksi atau konsorsium. Istilah- istilah ini sebenarnya sebagai perwujudan dari kerjasama antar individu atau kelompokyang saling membantu, saling menguntungkan dan secara bersama-sama meringankan pencapaian tujuan yang telah mereka sepakati bersama. Permasalahan definisi ini kemudian diikuti dengan pernyataan mendasar bahwa kemitraan sebagai proses, produk, hasil penjelajahan, atau hasil akhir (Borrini- Feyerabend, 1996).
Secara khusus pada bidang pelayanan publik, pengertian kemitraan mengacu kepada dukungan sukarela dan resiprokal (timbal balik) antara dua atau lebih badan sektorpublik yang berbeda. Dengan kata lain antar administrasi publik dengan privat, termasuk organisasi nonprofit. Berbagai sektor tersebutsaling memberikan dukungan satu sama lain dalam rangka pelayanan publik yang menjadibagian dari misi pemerintah.
Pengertian kemitraan sebagai kerja bersama (working together) dikemukakan oleh Hodget & Johson (2001:323) bahwa kemitraan diarahkan untuk mencapai tujuan sebagaimana yang diinginkan individu, kelompok, lembaga atau organisasi untuk menghasilkan suatu keluaran yang bermakna dan berkelanjutan. Dalam kemitraan terjadi relasi antarorganisasi dan dengan relasi tersebut akan tercipta kerja sama. Sistem kemitraan bertumpu pada kepercayaan. dengan ciri-ciri-nya, antara lain:
1. Persamaan dan organisasi yang lebih landai:
2. Hierarki aktualisasi yang luwes (di mana kekuasaan dipedomani oleh nilai-nilai seperti
caring dan caretaking);
3. Spiritualitas yang berbasis alamiah;
4. Tingkat kekacauan yang rendah yang terbentuk dalam sistem; dan
5. Persamaan dan keadilan gender.
Kemitraan berusaha melibatkan masyarakat, baik dalam bentuk kelompok maupun individual. Vigoda (2002:527) menyebut mereka sebagai “social players” yang memiliki tingkatan kepentingan, keahlian, sumberdaya dan kemampuan pengambilan keputusan yang bervariasi. Vigoda menyoroti kondisi ideal dari proses kemitraan di mana masyarakat sebagai warga negara dan pemerintah sebagai penanggung jawab pemerintahan bertindak sebagai sepasang “partner” dalam proses pengambilan keputusan. Khususnya dalam proses pemberian pelayanan, warga negara harus diperlakukan sebagai rekan kerja, dan bukan sebagai subjek atau pelanggan.
Good Governance yang efektif menuntut adanya koordinasi dan integritas, profesionalisme serta etos kerja dan moral yang tinggi dari ketiga pilar yaitu pemerintah, masyarakat madani, dan pihak swasta.. Governance mengasumsikan banyak aktor yang terlibat dimana tidak ada yang sangat dominan yang menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama dari terminologi governance membantah pemahaman formal tentang be- kerjanya institusi-institusi negara. Governance mengakui dalam masyarakat terdapat banyak pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda. Menurut UNDP, governance atau tata pemerintahan memiliki tiga domain yaitu (Sedarmayanti,
2009:270):
a. Negara atau tata pemerintahan (state);
b. Sektor swasta atau dunia usaha dan
(private sector;)
c. Masyarakat (society).
Keterlibatan dunia usaha (swasta) dan masyarakat dalam optimalisasi pelayanan publik tentu saja sangat mendukung dalam pencapaian tujuan besar yaitu Good Gover- nance. Dalam konsep Good Governance, peran masyarakat dan sektor swasta menjadi sangatpenting karena adanya perubahan paradigma pembangunan dengan meninjau ulang peran pemerintah dalam pembangunan, yangsemula berperan sebagai regulator dan pela- ku pasar, menjadi bagaimana menciptakan iklim yang kondusif dan melakukan investasi prasarana yang mendukung dunia usaha.
Ketiga domain dalam Governance tersebut berada dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Sektor pemerintahan lebih banyak memainkan peranan sebagai pembuat kebijakan, pengendalian dan pengawasan. Sektor swasta lebih banyak berkecipung dan menjadi penggerak aktifitas di bidang ekonomi. Sedangkan sektor masya- rakat merupakan objek sekaligus subjek dari sektor pemerintahan maupun swasta. Karena di dalam masyarakatlah terjadi interaksi di bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya (Wasistiono, 2009:31).
B. Rumusan masalah
Adapun masalah yang diteliti dalam makalah ini adalah
1. Bagaimana bentuk kemitraan antar lembaga dalam pemerintahan ?
2. Lembaga pemerintahan mana saja yang bisa melakukan kemitraan dalam penyelenggaraan pelayanan publik ?
C. Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisa bagaimana pelaksanaan pola kemitraan antar lembaga dalam pemerintahan.
2. Untuk menganalisa lembaga pemerintahan yang bisa melakukan kemitraan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
D. Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang di peroleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berfikir melaui karya ilmiah dalam menempatkan teori- teori yang di peroleh selama perkuliahan di Universitas Baturaja
2. Bagi akademis hasil penelitian ini dapat menambah pustaka yang ada di perpustakaan Universitas Baturaja dapat berguna untuk menambah pengetahuan dan informasi dalam dunia pendidikan dan dapat menjadi acuan literatur bagi peneliti selanjutnya.
BAB II METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif mengunakan data deskriptif berupa kata kata tertulis atau lisan dari orang orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam Sugiyono 2014). Penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2005) dalam Pasolong (2013:161) yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menutur perspektif peneliti sendiri.
Penelitian ini akan mencoba mendalami gejala yang menginterprestasikan masalah nya atau menyimpulkan kombinasi dari berbagai arti permasalahan nya sebagaimana situasi yang tersaji. Penelitian ini digolongkan dalam penelitian deskriptif. Format penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian tersebut (Bungin, 2013:48).
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Konsep Kemitraan
Kemitraan (partnership), dilihat dari perspektif etimologis berasal dari kata mitra (partner). Partner dapat diartikan”pasangan, jodoh, sekutu atau kompanyon”. Sedangkan partnership diterjemahkan menjadi persekutuan atau perkongsian. Bertolak dari sini maka kemitraan dapat dimaknai sebagai suatu bentuk persekutuan antara dua pihak atau lebih yang membentuk satu ikatan kerjasama atas dasar kesepakatan dan rasa saling membutuhkan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas di suatu bidang usaha tertentu, atau tujuan tertentu, sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik.
Konsep kemitraan memiliki cakupan yang sangat luas meliputi perilaku, sikap, nilai-nilai dan teknik. Salah satu definisi yang paling banyak dipublikasikan dan dipakai oleh para peneliti yakni definisi dari Construction Institute, secara konseptual kemitraan didefinisikan sebagai suatu kemitraan jangka panjang antara dua atau lebih organisasi dengan maksud untuk mencapai tujuan bisnis tertentu untuk memaksimalkan keefektifan sumber daya dari setiap partisipan. Definisi itu memerlukan saling pemahaman karena memerlukan perubahan hubungan tradisional ke budaya saling berbagi tanpa memandang batas-batas organisasional. Hubungan ini tentunya berdasarkan kepada : kepercayaan, dedikasi terhadap sasaran (tujuan) bersama, dan pengertian akan setiap harapan dan nilai-nilai individual.
Tujuan terjadinya suatu kemitraan adalah untuk mencapai hasil yang lebih baik, dengan saling memberikan manfaat antar pihak yang bermitra, saling menutupi, saling menambah, dan saling menguntungkan (mutualisme). Sedangkan manfaat dari melakukan kemitraan atau kerjasama yang sudah dilakukan oleh dua (2) orang atau lebih adalah sebagai berikut:
1. Memberikan keuntungan kepada pihak-pihak yang bermitra.
2. Meningkatkan mutu dan keberlanjutan mulai dari penyedia input, proses
hingga out put yang dihasilkan;
3. Memberikan manfaat sosial;
4. Mendukung keberlangsungan program;
5. Mengembangkan kelembagaan pihak yang bermitra.
B. Syarat-Syarat Untuk Membentuk Kemitraan
Syarat-syarat untuk membentuk kemitraan adalah:
1. Adanya dua pihak atau lebih;
2. Memiliki kesamaan visi dalam mencapai tujuan;
3. Adanya kesepakatan;
4. Saling membutuhkan.
C. Prinsip-Prinsip Kemitraan
Wujud nyata kemitraan dapat disepakati sebagai sebuah konsep kerjasama dimana dalam operasionalisasinya tidak terdapat hubungan yang bersifat sub-ordinasi, namun hubungan yang setara bagi semua “parties”. Sehingga dalam konsepsinya kemitraan memiliki prinsip yang harus menjadi kesepahaman diantara yang bermitra dan harus ditegakkan dalam pelaksanaannya, meliputi:
1. Prinsip kesamaan (visi, misi, dan tujuan)
2. Prinsip kebersamaan (gotong royong)
a. Niat untuk kerjasama
b. Tidak berusaha menjatuhkan satu sama lain
c. Tidak saling menyalahkan jika ada suatu hal
d. Kerjasama saling menguntungkan
3. Prinsip keseimbangan
a. Ada beban tugas yang dipikul
b. Masing-masing pihak memiliki tugas yang seimbang
4. Prinsip keadilan dan keterbukaan (transparancy)
Kedua belah pihak yang bermitra harus saling terbuka dalam melaksanakan programnya:
a. Adil dalam pembagian keuntungan
b. Tidak mengutamakan kepentingan individu, tetapi kepentingan bersama.
c. Antara satu dengan yang lain saling membantu jika ada kesulitan.
5. Prinsip manfaat
a. Masing-masing pihak merasakan manfaat dari kemitraan tersebut.
b. Dengan kemitraan diharapkan pengetahuan, keterampilan dan penghasilan dapat meningkat.
6. Prinsip keberlanjutan
Dengan kemitraan diharapkan dapat menjamin keberlangsungan program, sehingga dapat terus berjalan hingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
D. Etika Yang Harus Dibangun Dalam Kemitraan
Etika yang harus dibangun dalam sistem kemitraan adalah:
1. Karakter, integritas, dan kejujuran
2. Kepercayaan
3. Komunikasi yang terbuka
4. Adil
5. Keinginan pribadi dari pihak yang beriman
6. Keseimbangan antara insentif dan resiko
E. Pola Melakukan Kemitraan
Berdasar pada konsep kemitraan dan keuntungan serta keunggulan kemitraan, ada beberapa strategi dan pola kemitraan yang saling menguntungkan dan saling memperkuat. Kedua unsur itu dibangun atas dasar kepercayaan yang berlandaskan: keadilan, kejujuran, dan kebijakan. Oleh karena itu, strategi pertama adalah strategi komitmen visi jangka panjang. Sedangkan strategi kedua, adalah strategi implementasi misi, atau strategi kesepakatan terhadap sasaran dan tujuan bersama.
Kedua strategi itu bisa dibangun melalui berbagai pola seperti :
1. Pola asuh, pola ini dibangun atas dasar misi pengasuhan dari yang besar kepada yang kecil, dari yang kuat kepada yang lemah, namun pada posisi kebutuhan yang sama, tetapi tetap pada landasan saling menguntungkan, saling memerlukan dan memperkuat.
2. Pola inti plasma, adalah pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan lembaga mitra dimana kelompok mitra bertindak sebagai plasma inti.
Lembaga mitra membina kelompok mitra dalam;
a. Penyediaan sumber daya (manusia, dana, teknologi, lahan)
b. Pemberian bahan (bahan ajar, dan lain-lain).
c. Pemberian bimbingan teknis dalam hal pembelajaran ataupun penyelenggaraan program).
d. Penguasaan dan peningkatan teknologi.
e. Bantuan lain, seperti efisiensi dan produktivitas.
3. Pola futuristik, adalah pola hubungan yang sama, tidak ada sub ordinasi, tetapi dengan pembagian kerja yang berbeda dalam rangka membangun misi tujuan/sasaran yang sama.
4. Pola kemitraan sesuai kebutuhan. Kemitraan ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan lembaga mitra, tetapi kelompok mitra bisa berubah sesuai kesepakatan.
F. Pentingnya Kemitraan
Kemitraan dapat dilakukan dalam transfer teknologi, transfer pengetahuan/keterampilan, transfer sumber daya, transfer cara belajar, transfer modal, atau berbagai hal yang dapat diperbantukan sehingga terpadu dalam wujud yang utuh. Kemitraan diperlukan untuk :
1. Pengembangan program
Kemitraan diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan program melalui:
a. transfer teknologi, yaitu dengan pemberian bantuan peralatan.
b. transfer pengetahuan/keterampilan, yaitu dengan pemberian pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan.
c. transfer sumber daya (manusia), yaitu dengan pemberian bantuan nara sumber, baik tutor bidang studi ataupun nara sumber teknis keterampilan.
d. transfer modal, yaitu dengan pemberian bantuan dana untuk penyelengaraan program.
2. Meningkatkan kualitas program
Kemitraan diharapkan mampu meningkatkan kualitas, misalnya dengan magang.
3. Memperluas jaringan pemasaran
Pengembangan kemitraan mampu memperluas jaringan pemasaran, produk keterampilan yang dihasilkan oleh peserta didik, serta menerima lulusan sebagai tenaga kerja.
G. Tahapan Melakukan Kemitraan
Tahapan-tahapan yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Tahap Identifikasi Intern Lembaga.
a. Lembaga mengidentifikasikan komponen-komponen yang belum dimiliki untuk penyelenggaraan program yang akan menjadi kebutuhan program. Langkah awal yang harus dilakukan yaitu lembaga menilai komponen apa yang harus ada pada penyelenggara program tersebut. Apabila ada kebutuhan yang belum terpenuhi, maka itulah kebutuhan yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan program.
b. Merumuskan aspek yang perlu dimitrakan.
Dari hasil identifikasi, langkah selanjutnya menyusun prioritas kebutuhan. Berdasarkan data hasil identifikasi akan diketahui komponen-komponen mana yang akan dimitrakan terlebih dahulu berdasarkan tahapan kegiatan pelaksanaan program. Selanjutnya menyusun kriteria- kriteria hasil identifikasi lembaga dengan
menentukan aspek-aspek yang akan dibutuhkan untuk penyelenggaraan program. Kebutuhan tersebut akan menjadi aspek yang akan dimitrakan dengan lembaga lain, dan selanjutnya menentukan kriteria calon mitra.
Setelah diketahui komponen-komponen yang akan dimitrakan, langkah selanjutnya mencari lembaga calon mitra yang sesuai dengan kebutuhan dan kriteria yang telah ditentukan.
2. Tahap Sosialisasi
Pada tahap ini pihak-pihak yang akan mengadakan kemitraan/kerjasama harus melakukan sosialisasi/pengenalan program-program yang akan diluncurkan terlebih dahulu kepada mitra. Tanpa pengenalan program terlebih dahulu, mitra belum tentu bisa menerima. Jadi sosialisasi merupakan kunci dalam membangun suatu kemitraan dalam pelaksanaan suatu program.
3. Tahap Perencanaan
Sebelum program dilaksanakan, terlebih dahulu harus dilakukan perencanaan yang matang agar dalam pelaksanaan nanti tidak terjadi penyimpangan- penyimpangan, karena perencanaan merupakan unsur yang esensial. Perencanaan itu sendiri adalah merupakan suatu proses mempersiapkan seperangkat putusan bagi perbuatan di masa datang.
Unsur-unsur yang muncul dalam suatu perencanaan adalah:
a. Penetapan tujuan dan maksud
b. Perkiraan lingkungan, yang meliputi sumber-sumber dan hambatan-hambatan terhadap tujuan dan maksud yang ingin dicapai.
c. Penentuan pendekatan yang akan mencapai tujuan-tujuan dan maksud-maksud itu.
Dalam tahap perencanaan, terlebih dahulu dilakukan kegiatan-kegiatan dari kedua belah pihak yang bermitra, yaitu:
a. Pengumpulan data
Pada kegiatan ini kedua belah pihak bersama-sama mencari data sebagai sasaran terhadap suatu program yang akan diluncurkan.
b. Pengolahan data
Pada tahap ini, setelah data terkumpul maka harus diolah dan dicermati terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahpahaman dari kedua belah pihak.
c. Analisis data
Kegiatan analisis data ini adalah kegiatan yang lebih bersifat penetapan/putusan perencanaan, sehingga akan dapat diketahui tentang validitas dan ketepatan perencanaan suatu program yang akan dilaksanakan.
4. Tahap Kesepakatan dan kesepahaman
Pada tahapan ini, setelah perencanaan betul-betul matang kedua belah pihak bisa saling menerima program yang akan dilaksanakan. Untuk memperkuat dan melegalkan suatu kerjasama dalam pelaksanaan program, maka perlu adanya kesepahaman dalam kesepakatan. Hal ini dibuktikan dengan adanya akad kerjasama dari kedua belah pihak.
Akad kerjasama ini di dalamnya memuat tentang aturan- aturan yang harus dipahami, dimengerti dan dipatuhi oleh kedua belah pihak, baik itu yang menyangkut aturan dana, penyelenggara, pengelola, waktu pelaksanaan, peran dan tanggung jawab kedua belah pihak, sampai pada pemanfaatan hasil keluaran. Dengan adanya akad kerjasama ini dimungkinkan tidak akan terjadi kesalahpahaman (trouble) dikemudian hari oleh kedua belah pihak, karena sebelum terjadinya penandatanganan akad kerjsama sudah ada kesepakatan dan kesepahaman tentang peran dan tanggungjawab dari masing-masing pihak.
a. Pelaksanaan
Pada tahapan ini (pelaksanaan) unsur-unsur atau elemen-elemen yang terkait harus menunjukkan tingkat kepeduliannya terhadap program yang telah disepakati bersama, sehingga program dapat
terlaksana sesuai dengan harapan yang diinginkan.
b. Monitoring dan Evaluasi
Tahapan inilah yang merupakan tahapan akan diketahui apakah program yang dilaksanakan menemui kegagalanan atau keberhasilan. Dikatakan gagal apabila program yang dilaksanakan kurang begitu menyentuh pada nilai atau tatanan kehidupan masyarakat dan dikatakan berhasil apabila program itu bisa membawa manfaat, khususnya dalam peningkatan taraf hidupnya.
H. Aspek Yang Dimitrakan
Kegiatan kemitraan yang dapat dikembangkan diantaranya :
1. Program Kegiatan
Penyelenggaraan kegiatan bersama dengan lembaga mitra merancang program bersama. Pada pelaksanaannya paling tidak ada tiga kemungkinan bentuk kerja sama yang dapat dilakukan, yaitu:
a) Bersama melaksanakan kegiatan pada setiap tahapan pengelolaan program,
b) Sebuah lembaga melakukan bagian kegiatan pada tahapan pengelolaan tertentu atau melaksanakan seluruh kegiatan pada tahapan pengelolaan program,
c) Sebuah lembaga melaksanakan program kegiatan awal atau lanjuitan dari program kegiatan yang telah dirancang oleh lembaga lain.
2. Sarana dan Prasarana
Yang dimaksudkan dalam bagian ini adalah sarana dan prasarana kegiatan pengembangan program, seperti : tempat atau ruang belajar dan praktik, bahan belajar dan alat peraga, modal, dan lain-lain. Bentuk kemitraan ini dapat dilakukan secara timbal balik.
3. Dana
Dana merupakan salah satu faktor utama yang menunjang berjalannya sebuah program. Kemitraan dengan lembaga lain yang memiliki dana perlu dijalin dalam rangka menjaring lembaga donor guna mewujudkan
sebuah prgram yang akan dilaksanakan
4. Tenaga
Kemitraan di bidang ini dapat dilakukan secara timbal balik. Tenaga yang memadai (kualified) yang dimiliki oleh sebuah lembaga dapat dijadikan asset untuk didayagunakan oleh lembaga lain. Begitu juga sebaliknya.
5. Pendayagunaan Hasil
Aspek pendayagunaan hasil dapat berupa pendayagunaan/penempatan hasil kerja masyarakat oleh DUDI. Sehingga dengan kemitraan ini dapat terjalin kerjasama antara penghasilan dan pemanfaatan.
I. Yang Terlibat Dalam Kemitraan
Kemitraan dapat dilakukan oleh pengelola dengan pihak-pihak perseorangan maupun badan hukum, atau kelompok-kelompok. Adapun pihak-pihak yang bermitra tersebut dapat memiliki status yang setara atau subordinate, memiliki kesamaan sekalipun visi dan misi berbeda, tetapi saling mengisi/melengkapi secara fungsional.
Terkait dengan program di atas, terdapat lembaga pelaksana dan lembaga pengembang yang dapat dijadikan sebagai mitra dan bekerjasama, baik yang diadakan oleh pemerintah melalui departemen-departemen yang ada maupun lembaga di luar pemerintah.
1. Lembaga/Instansi Pemerintah Di Tingkat Kabupaten/Kota Yang Bisa Bermitra.
Lembaga atau instansi pemerintah yang memungkinkan untuk bermitra, adalah sebagai berikut :
a. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Salah satu program yang digalakkan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah kegiatan pendidikan yang berhubungan dengan penyiapan tenaga kerja yang terampil. Kegiatan pendidikannya dikelola dan ditangani oleh Balai Latihan
Keterampilan Industri (BLKI) yang terdapat di setiap daerah propinsi di seluruh Indonesia.
Bentuk kemitraan yang dapat dibangun/dikembangkan dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi ini dalam rangka mempersiapkan tenaga terampil yang siap kerja antara lain Program Pendidikan Magang. Melalui program magang ini, misalnya magang perbengkelan atau magang di perusahaan, diharapkan peserta didik diakhir program dapat menguasai keterampilan fungsional yang diperoleh dan dapat mengembangkannya di lingkungan masyarakat atau di lingkungan baru yang sekiranya dapat dijadikan sebagai tempat untuk mengembangkan dirinya.
b. Dinas Sosial
Kegiatan Dinas Sosial sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat dengan mengadakan pendidikan dan pembinaan yang bertujuan untuk memberikan pelayanan pendidikan secara khusus kepada masyarakat yang telah mengalami penyimpangan- penyimpangan sosial, untuk menjadi masyarakat yang sejahtera sebagaimana masyarakat yang lain pada umumnya.
Kegiatan penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan fungsi dan tugasnya, Dinas Sosial mempunyai satu kegiatan yaitu bimbingan keterampilan praktis, yang kebanyakan ditujukan kepada masyarakat yang tuna karya atau masyarakat yang mempunyai pekerjaan yang menyimpang dari norma agama dan sosial.
Jenis program yang dapat ditawarkan untuk bermitra dalam penanganannya, yakni melalui program pendidikan kecakapan hidup (life skill) dengan mengadakan pelatihan-pelatihan keterampilan praktis yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakter. Dengan program ini diharapkan peserta didik dapat memiliki keterampilan praktis yang dapat dijadikan sebagai awal untuk sumber penghasilan guna peningkatan taraf hidupnya. Sebagai contoh, pelatihan
keterampilan tentang persablonan, pembuatan sulak, pembuatan sapu dari ijuk, dan jenis-jenis keterampilan yang lain.
c. Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Dinas yang bergerak di bidang industri dan perdagangan sudah sewajarnya diproyeksikan untuk bermitra dalam penanganan penyiapan sikap entrepreneurship serta masalah sosial yang terjadi di masyarakat, sehingga masyarakat yang terbebani dengan keterbelakangan, baik itu dalam bidang pendidikan, kemiskinan, pengangguran atau masalah sosial yang lain akan bisa terangkat, yang membawa dampak positif pada peningkatan sumber daya manusia maupun peningkatan taraf hidup masyarakat, sehingga mereka dapat hidup layak tidak berada di bawah garis kemiskinan.
Adapun wujud kemitraan yang dapat dilakukan antara pendidikan kesetaran dengan Disperindag misalnya tentang Program Kelompok Belajar Usaha (KBU).
2. Masyarakat yang Bisa Bermitra
a. Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP)
Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan nonformal makin lama semakin berkembang. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah kelembagaan Lembaga Kursus dan Pelatihan dengan berbagai macam bahan belajar yang tersebar di berbagai penjuru. Wujud dari bentuk kemitraan yang dapat di bangun pendidikan kesetaran dengan lembaga kursus/LPK, antara lain dengan jalinan dan dukungan keterampilan praktis yang dapat diberikan kepada peserta didik sehingga mereka lebih siap untuk mandiri.
b. Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat sebenarnya juga ikut berpengaruh akan keberhasilan program, sebab tokoh masyarakat dapat dijadikan sebagai motor penggerak kegiatan di dalam lingkungan masyarakat
setempat. Oleh karenanya sangatlah tepat bila pengelola menjadikan tokoh masyarakat sebagai mitra kerja dalam pelaksanaan program pembelajaran.
Bentuk/ wujud kemitraan yang dapat dibangun pengelola dengan tokoh masyarakat, misalnya menjadikan tokoh masyarakat sebagai penggerak program atau dapat dijadikan sebagai fasilitator. Masyarakat di pedesaan pada umumnya masih menjadikan tokoh masyarakat sebagai idola/panutan dari segala jenis kegiatan, oleh karenanya tokoh masyarakat setempat dapat dijadikan sebagai jembatan/penyambung lidah program dalam mensosialisasikan sekaligus penggerak dan pelaksana/pengelola program.
c. Pusat-pusat Karya
Pusat-pusat karya baik yang berada di pedesaan maupun di perkotaan merupakan tempat yang sangat ideal untuk dapat dijadikan sebagai mitra kerja, sebab tempat tersebut disamping sebagai tempat kegiatan pembelajaran secara langsung di lapangan nantinya juga bisa memanfaatkan dari lulusan yang dihasilkan. Program yang sangat sesuai dilaksanakan di pusat karya adalah program magang, sebab peserta didik akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan secara langsung di pusat karya.
d. Organisasi Sosial/Kemasyarakatan
Kemitraan dapat membangun kerja sama/kemitraan dengan organisasi sosial kemasyarakatan di lingkungan pemerintahan setempat, baik itu melalui PKK, Kelompok Pemuda, Kelompok Yasinan dll. Bentuk kemitraan yang dapat dibangun adalah dengan mempercayakan organisasi sosial kemasyarakatan tersebut. Dengan bermitra dapat dengan mudah melakukan pemantauan pelaksanaan maupun dalam mengevaluasi program, karena penyelenggara program berada di wilayah sasaran program.
J. Teknik Melestarikan Kemitraan
Setiap individu, kelompok atau institusi/lembaga selalu menginginkan agar jaringan kemitraan yang telah dirintis dan dikembangkan menjadi jaringan kemitraan yang lestari selamanya dan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melestarikan jaringan kemitraan tersebut diantaranya :
1. Memberikan informasi yang up to date
Dengan informasi yang diberikan secara terus menerus, maka mitra kerja sebagai bagian dari jaringan kemitraan merasa diperhatikan eksistensinya sehingga akan memberikan respon sebagai bagian dari rasa keterkaitan dengan kita.
2. Memberikan progress report tentang perkembangan program yang dikembangkan bersama.
Progress report sangat penting artinya, karena melalui progress report maka program yang dikembangkan bersama dapat diketahui perkembangannya. Dengan mengetahui perkembangan program yang dikelola oleh anggota jaringan kemitraan, maka akan timbul ide-ide baru untuk perkembangan program selanjutnya.
3. Diskusi dan pertemuan
Kegiatan diskusi atau pertemuan antar anggota jaringan kemitraan diperlukan untuk lebih mempererat hubungan kerja, juga untuk menjaring ide, gagasan baru atau pemecahan masalah yang dimungkinkan dapat dilakukan bersama sesuai dengan tugas masing- masing. Dengan cara ini mereka merasa ada hal yang memang diharapkan dari masing-masing anggota jaringan, sehingga kedudukan mereka dalam jaringan kemitraan sungguh berarti. Dengan demikian akan muncul rasa bangga dari masing-masing anggota, karena dari ide mereka program itu muncul, atau masalah itu dapat dipecahkan.
4. Kunjungan berkala
Kunjungan berkala dimaksud adalah upaya untuk saling mengunjungi tempat usaha, tempat kegiatan, tempat program berlangsung secara
bergantian. Dengan cara tersebut maka akan timbul hubungan yang kuat antar anggota. Dengan demikian akan muncul kegiatan tindak lanjut untuk saling mengunjungi dan akhirnya lebih mengekalkan hubungan jaringan kemitraan yang telah dibina.
5. Pendekatan individual/informal
Hubungan jaringan kemitraan hendaknya jangan hanya didasarkan pada hubungan formal /kedinasan, akan lebih baik dan lebih solid apabila ada hubungan “individual” di luar hubungan kedinasan.
Dengan hubungan informal ini biasanya segala masalah, ide dan gagasan akan lebih lancar, sehingga semua respon akan mudah muncul dan akhirnya mempermudah peningkatan hubungan kerja.
Tetapi hubungan individual ini jangan diartikan sebagai hubungan untuk keperluan individu sehingga membelokkan arah dari upaya pengembangan lembaga menjadi pengembangan urusan pribadi.
A. Kesimpulan
BAB IV PENUTUP
Kemitraan pemerintah, swasta, dan masyarakat perlu dikembangkan agar penyediaan pelayanan publik menjadi lebih dekat dan mudah diakses masyarakat. Berbagai model jejaring kemitraan perlu dikembangkan tidak hanya untuk mengantisipasi tuntutan pelayanan publik, tapi juga untuk mengantisipasi dominasi pemerintah atau pasar dalam penyediaan barang dan jasa publik.
Dominasi pemerintah akan menciptakan ketergantungan dan meminimalkan inovasi serta posisi tawar masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Sebaliknya, dominasi pasar dalam penyediaan public goods akan menyebabkan monopoli yang eksploitatif dan meminimalkan akses masyarakat terhadap pelayanan publik yang berkualitas. Karena itu, model jejaring kemitraan menjadi alternatif untuk mengatasi kelemahan- kelemahan tersebut agar pelayanan publik yang berkualitas
menjadi lebih mudah diakses masyarakat.
B. Saran
Konsep kemitraan menjadi penting untuk didiskusikan, karena adanya kesadaran bahwa persoalan-persoalan pembangunan tidak dapat lagi dilihat hanya dari kepentingan dan tanggung jawab satu kelompok saja. Pemba- ngunan telah menjadi kesadaran baru sebagai ‘kerja patungan’ dan bukan sebagai ‘single fighter’ dari pemerintah saja.
Pemerintah tidak mungkin lagi mengerjakan semua urusan karena keterbatasan dana dan sumber daya manusia, sehingga kerjasama dan kemitraan dengan pihak-pihak lain harus dilakukan agar kualitas pelayanan publik tetap dapat dipenuhi sesuai dengan tuntutan masyarakat. Konsep kemitraan pemerintah-dunia usaha-masyarakat ini dapat meningkatkan kualitas pelayananpublik.
DAFTAR PUSTAKA
Daraba ,Dahyar, 2019, Reformasi Birokrasi & Pelayanan, Jakarta: Leisyah
Mulyadi, Deddy dkk. 2016. Administrasi Publik Untuk Pelayanan Publik. Bandung: Alfabeta.
Mulyawan, Rahman, 2016, Birokrasi dan Pelayanan Publik, Bandung : Unpad Press
Yusuf, Ahmad Mukhlis, 2018, Revolusi Pelayanan Publik , Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Effendi, Sofian , 2005, Membangun Budaya Birokrasi Untuk Good Governance, Jakarta : Lokakarya Nasional Reformasi Birokrasi.
Fatmawati, 2019, Kemitraan Dalam Pelayanan Publik : Sebuah Penjelajahan Teoritik, Makasar: Universitas Muhammadiyah Makassar.
Rosda.,2019, Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, Tingkat Kepercayaan dan Hubungan Kemitraan, Diunduh dari https://digilib.petra.ac.id. Diakses pada tanggal 15 Maret 2022






0 comments:
Post a Comment