Segala Sesuatu Tentang Ilmu Pemerintahan

Friday, April 1, 2022

Das Sollen Das Sein dalam Wacana Tiga Periode



             Indonesia adalah negara hukum, supremasi hukum harus ditegakkan dengan setinggi-tingginya. Hukum di Indonesia ada di dalam konstitusi dan negara menjalankan pemerintahannya berdasarkan konstitusi. Konstitusi secara umum terdapat dua macam, yaitu konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis. Negara Indonesia memiliki konstitusi tertulis yang dinamakan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Konstitusi inilah yang mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak asasi manusia.

            Konstitusi UUD 1945 mengatur tentang tentang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang termaktub dalam pasar 7 UUD 1945. Di dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Ini adalah bunyi pasal 7 UUD 1945 sebelum dilakukan amandemen oleh MPR. Pasal ini tentunya memiliki celah yang sangat fatal. Pasal tersebut menjadi salah satu penyebab kekuasaan Orde Baru langgeng sampai 32 tahun. Dengan adanya reformasi, melalui amanah rakyat melalui aspirasi yang disampaikan oleh Mahasiswa, pasal ini dilakukan amandemen oleh MPR, dan ini merupakan salah satu amanah reformasi kala itu.

           Lantas, apa bunyi pasal 7 UUD 1945 setelah amandemen? Pasal itu berbunyi bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Artinya masa jabatan Presiden hanya berlaku 2 periode saja. Di samping UUD 1945, ketentuan tentang masa jabatan Presiden juga diatur oleh aturan turunannya yang memperkokoh batasan masa jabatan Presiden yang hanya boleh 2 periode.

            Kenapa pemerintah sekarang berani melontarkan wacana 3 periode yang jelas-jelas melanggar konstitusi? Apa DPR sudah tidak bertaji lagi sehingga mereka yang seharusnya mempunyai kedudukan sejajar dengan pemerintah (lembaga eksekutif) tidak mampu lagi menjalankan fungsinya sebagai pengawas jalannya roda pemerintahan? Tentu hal ini sangat erat kaitannya dengan praktik oligarki yang terjadi di pemerintahan saat ini. Ada sekelompok kaum elite tertentu yang bekerja mengendalikan lembaga tinggi negara sehingga benturan dan proses check and balance yang idealnya terjadi antara DPR dan Presiden, bisa diatasi dan malah kedua lembaga tinggi negara ini seperti sedang bekerjasama memuluskan langkah untuk memenuhi keinginan kaum oligarki dengan terus-menerus menggaungkan wacana tiga periode agar ambisi dan target-target mereka tercapai.

Kesenjangan antara Das Sollen dan Das Sein dari masalah di atas :

           Istilah das sollen mengacu pada keadaan yang seharusnya, yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku, dimana apabila das sein timbul kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan norma yang seharusnya, maka akan menimbulkan suatu masalah.

           Pada kasus di atas yang sedang terjadi saat ini, timbul permasalahan yang sangat besar karena kesenjangan antara das sollen dan das sein. Seharusnya pemerintah saat ini menaati konstitusi yang berlaku di Indonesia, tanpa ada tawar-menawar lagi untuk mengakali konstitusi. Tetapi kenyataannya pemerintah berani melontarkan wacana presiden tiga periode yang jelas-jelas menyalahi konstitusi. Bahkan menurut seorang pakar hukum tata negara STHJ, ada intelektual “kelas tukang” atau intelektual “kambing” yang membantu para elite politik kaum oligarki ini bagaimana mengakali konstitusi agar tidak masuk dalam perbuatan yang melanggar konstitusi, misalnya dengan mengamandemen UUD 1945, dan sebagainya. Perbuatan ini merupakan perbuatan “teroris konstitusi” yang jelas-jelas bertentangan dengan perbuatan yang seharusnya, yaitu menaati konstitusi. Jika das sollen dan das sein ini selaras, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah (misalnya) atau tindakan lain yang selaras dengan norma yang seharusnya yaitu pemerintah yang taat konstitusi.

           Adapun di level bawah, masyarakat mayoritas tidak setuju dengan tiga periode yang dilontarkan pemerintah. Tetapi pemerintah berkilah bahwa mereka punya ‘bigdata’, yang mana mereka mengantongi data tentang 110 juta rakyat Indonesia yang setuju penundaan pemilu. Masyarakat meminta agar Presiden melepaskan jabatannya apabila telah habis masa jabatannya di tahun 2024, dan memilih presiden baru di tahun tersebut. Penundaan pemilu sama artinya memperpanjang masa jabatan presiden sekarang sehingga para kaum oligarki ini punya cukup waktu untuk mengotak-atik (mengamandemen) UUD 1945 guna memuluskan kekuasaan Presiden menjadi tiga periode atau bahkan lebih.

0 comments:

Post a Comment